Fit dan Fokus, Belajar dari Kasus Kecelakaan Keluarga Vanessa Angel
James Novak Luhulima
Pengamat Otomotif dan Penulis Buku
DALAM kehidupan sehari-hari, betapa sering kita membaca, mendengar, atau menyaksikan bahwa perjalanan atau bertamasya ke luar kota yang seharusnya membawa kegembiraan, akhirnya berubah menjadi malapetaka. Kecelakaan terjadi, korban luka berjatuhan, bahkan tidak jarang hingga nyawa melayang. Kejadian terakhir adalah kecelakaan yang melibatkan artis Vanessa Angel dan suaminya, Bibi Ardiansyah, yang tewas di tempat.
Perjalanan ke luar kota itu bukanlah perjalanan sehari-hari dan rutin, karena itu diperlukan persiapan khusus, terutama pada orang yang akan mengemudikan mobil. Seperti kita ketahui bahwa perjalanan ke luar kota itu biasanya dilakukan dalam kecepatan yang tinggi (di atas 80 km/jam) dan berlangsung untuk waktu yang lama. Oleh karena itu, orang yang mengemudikan mobil harus dalam keadaan fit dan cukup istirahat, atau cukup tidur sebelum perjalanan dilakukan, sehingga ia bisa benar-benar fokus pada perjalanan.
Ada beberapa hal yang harus dipatuhi oleh seorang pengemudi, terutama saat melakukan perjalanan jarak jauh. Pertama, tetap fokus dan mematuhi peraturan dan rambu lalu lintas. Dan, apabila memacu mobil dengan kecepatan tinggi, ada aturan main internasional yang menyebutkan bahwa pengemudi harus beristirahat setelah melakukan perjalanan secara terus-menerus selama 2 jam.
Jika ada pengemudi kedua, sebaiknya dilakukan pertukaran. Dan, yang terbaik pengemudi kedua adalah orang yang sebelumnya duduk di kursi penumpang depan. Mengingat sebagai orang yang duduk di kursi penumpang depan, ia juga turut mengamati perjalanan.
Jika tidak ada pengemudi kedua, maka pengemudi yang bersangkutan istirahat sejenak 20-30 menit, sebelum melanjutkan perjalanan kembali. Orang yang duduk di kursi penumpang depan, tidak boleh tidur, karena ia harus memperhatikan perjalanan dan mengingatkan apabila pengemudi tidak fokus atau mengantuk. Dan, kalau pengemudi mengantuk, sebaiknya segera menuju ke tempat peristirahatan terdekat, dan tidur sekitar 30 menit sampai 1 jam.
Kalau terpaksa sekali karena ngantuk yang tidak dapat ditahan lagi, hentikan mobil di bahu jalan. Nyalakan lampu hazard dan letakkan segitiga pengaman 30-40 meter di belakang mobil. (Maklum, di Indonesia, banyak pengemudi mobil yang menggunakan bahu jalan untuk mendahului mobil lain)
Waktu 2 jam itu cukup lama, karena jika dikonversikan pada kecepatan (katakanlah 80 km/jam) maka itu sudah sejauh 160 km. Kalau sesuai dengan ketentuan batas tertinggi kecepatan di jalan tol (100 km/jam) itu sudah sejauh 200 km. Jika tujuannya adalah Surabaya, yang melalui tol Trans Jawa jaraknya 759,61 km, maka pengemudi (jika hanya satu orang) setidaknya tiga kali beristirahat.
Pabrikan mobil telah membuat mobil semakin aman dikendarai. Mobil-mobil dilengkapi dengan perangkat keamanan. Baik perangkat keamanan pasif, seperti sabuk pengaman (seatbelt), head restraint, bantalan udara (airbag) dan rangka yang diperkuat, maupun perangkat keamanan aktif seperti ABS (anti-lock brake system), EBD (electronic brake distribution), EBA (emergency brake assist) dan ESP (electronic stability program).
Pada mobil-mobil papan atas, perangkat keamanan aktifnya itu lebih lengkap lagi. Bahkan, juga ada yang dilengkapi dengan perangkat yang memonitor apakah pengemudi ngantuk atau tidak.
Namun, keselamatan berkendara sepenuhnya berada di tangan pengemudi. Perangkat keamanan yang melengkapi mobil hanya berfungsi membantu. Perangkat keamanan aktif membantu melindungi pengemudi dan penumpang sebelum kecelakaan terjadi, sedangkan perangkat keamanan pasif membantu melindungi pengemudi dan penumpang setelah kecelakaan terjadi. Pengemudi dan seluruh penumpang sebaiknya menggunakan sabuk pengaman mengingat di jalan tol mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Kecepatan minimum di jalan tol dalam kota 60 km/jam, sementara di tol dalam kota kecepatan maksimum 80 km/jam dan di tol luar kota 100 km/jam.
Makhluk Pejalan Kaki
HARUS diingat bahwa manusia adalah makhluk pejalan kaki. Dengan demikian, ia tidak dapat menghindari hambatan yang secara tiba-tiba muncul di hadapannya. Misalnya, ketika seseorang tengah berlari (dengan kecepatan 10 km/jam) di dalam rumah, jika ada orang lain yang dengan cepat ke luar dari kamar, dan tiba-tiba berada di depannya, pasti ia akan menabraknya. Bahkan, pembalap F1 sekelas Michael Schumacher pun akan menabrak mobil balap yang tiba-tiba berhenti di depannya. Itu karena waktu reaksi orang normal adalah 0,4 detik.
Jika seseorang tengah mengemudi dengan kecepatan 80 km/jam, dan melihat mobil di depannya mendadak berhenti, ia memerlukan waktu 0,4 detik sebelum ia menginjak pedal rem. Waktu 0,4 detik berarti mobil sudah maju sejauh 9 meter. Dan, dari waktu pedal rem diinjak hingga mobil benar-benar berhenti itu memerlukan jarak 11 meter. Jadi ada rentang jarak 20 meter. Jika mobil di depan jaraknya kurang dari 20 meter, maka mobil itu pasti tertabrak. Jika kecepatannya lebih tinggi, maka jarak itu menjadi lebih panjang lagi. Dengan demikian, untuk menghindari hal itu, semakin tinggi kecepatan mobil dikembangkan, jarak dengan mobil di depannya pun harus semakin jauh.
Harus diingat bahwa uji tabrakan (baik tabrakan frontal, tabrakan dari samping, maupun tabrakan dari belakang) yang dilakukan untuk membuat mobil semakin aman, dilakukan pada kecepatan 60 km/jam. Jadi jika, pengemudi tidak dapat menurunkan kecepatan hingga 60 km/jam, atau lebih rendah daripada itu, dan terjadi tabrakan, maka dapat dipastikan bahwa akibatnya pasti fatal.
Mengembangkan kecepatan di atas 100 km/jam, yang ditetapkan sebagai batas kecepatan maksimum di jalan tol luar kota, tidaklah bijaksana. Apalagi untuk mengemudikan mobil secara terus-menerus di atas 100 km, menuntut pengemudi yang berpengalaman tinggi. Atau istilah kerennya, sudah memiliki jam terbang yang tinggi. Kendarailah mobil dengan kecepatan yang dianggap nyaman oleh pengemudi.
Dan, seperti telah disebut di atas penumpang yang duduk di kursi depan, tidak boleh tidur dan wajib mengingatkan pengemudi ketika ia mengembangkan kecepatan di atas 100 km/jam, atau bahkan lebih tinggi dari itu, atau juga ketika pengemudi tidak fokus dan apalagi mengantuk. Ketika mobil melaju terlalu cepat, sebaiknya pengemudi diingatkan.
”Human Error”
NAMUN, kita perlu mengingat bahwa sebagian besar kecelakaan terjadi karena human error (kesalahan manusia). Dan, kesalahan manusia itu bukan hanya pengemudi mobil kita, tetapi juga pengemudi mobil lain. Itu sebabnya, pengemudi harus selalu fokus saat mengemudi dengan kecepatan tinggi di jalan tol sehingga ia dapat mengamati keadaan di depan dan di sekitarnya dengan baik. Dan, mengantisipasi dengan baik ketika keadaan darurat muncul.
Kita melakukan segala sesuatunya dengan baik saja, itu belum cukup. Ingat kata-kata bijak, in the wrong place, on the wrong time, berada di tempat yang salah, pada waktu yang salah. Oleh karena itu, saat mengemudi ke luar kota segala kemungkinan harus diperhitungkan oleh pengemudi. Mulai dari mengamati keadaan di depannya, termasuk menjaga jarak dengan kendaraan di depannya, hingga juga mengamati kendaraan dari arah berlawanan, yang berada di lajur sebelah.
Untuk itu, pengemudi, seperti telah disebut di atas, harus fit dan fokus, sehingga ia dapat bereaksi secara benar pada waktu yang tepat.
Comments ( 0 )