Sineas Box Office Rudi Aryanto; Punya Rekam Jejak Inspiratif
Jakarta, Kabarindo- Teater Menciptakan Dunia Sedangkan Film Menghidupi Dunia.
Yah, tidak banyak sineas jebolan IKJ TIM Cikini yang kuat dari sisi filosofi hidup apalagi portofolio karir dibidang ekraf. Satu diantaranya adalah Sutradara Rudi Aryanto. Pria humble yang menggoreskan tinta emasnya sebagai sutradara box office, artian jumlah penontonnya melampaui 1Juta penonton yakni Surat Cinta Untuk Starla- SCUT yang meraih IBOMA SCTV.
Ia adalah teman kelas Katon Bagaskara ternyata lebih dulu suka musik dan teater ketimbang film ?
"Saya alumnus SMAN 37 Tebet, satu kelas dengan Katon Bagaskara. Di SMA, kami anak Ipa dan sama sama suka seni, terutama musik dan sastra. Saya sempat latihan vokal grup bareng Katon, yang di latih kakaknya, mas Andrew Manika. Dari mas Andrew lah ada info tentang IKJ. Tapi karena anak tentara, saya di suruh masuk UPN pondok labu, karena gratis, hehehehe. Saya sempat ambil jurusan arsitektur dua semester. Tapi semester ke 3. Saya tetap masuk ikj jurusan musik. Tapi karena daftar nya telat, yang kosong ada jurusan teater," seloroh Rudi sesaat setelah break syuting Dancing In The Rain beberapa waktu lalu sambil mengenang pengalamannya menjadi vokalis dari band yang pernah satu panggung dengan God Bless.
Ia mengungkapkan ada empat keunggulan yang ingin didedikasikan untuk penonton melalui film SCUT kala itu. Pertama, pendalaman jiwa. Dalam setiap adegan Rudi mewanti-wanti para pemainnya untuk selalu berakting dengan melibatkan jiwa. Inilah yang kental di film The Perfect Husband dengan medium shootnya.
Kedua, masalah karakter. Setiap pemain memiliki karakter kuat. Seperti tokoh Hema yang diperankan oleh Jefri Nichol, berbeda dengan tokoh barista yang membantu coffee shop Starla yang diperankan Ricky Cuaca. Sehingga masing-masing karakter memiliki kekuatannya masing-masing.
Ketiga, soal kemasan dan gaya. Mulai dari kostum yang dikenakan sampai penentuan lokasi adegan digarap dengan teliti oleh Rudi. Kota Bandung, Jakarta dan Purwakarta menjadi lokasi pilihan untuk beberapa adegan penting di dalam cerita, terakhir ke-empat, terkait detail cerita dikutip dari media online.
Lanjut, Rudi mengenang masa lalunya.
"Saya dulu aktif sebagai cerpenis di majalah gadis, asuhan mas Farick Ziad sebagai redaktur sementara sutradara dan penulis drama teater saya lakukan dengan suka cita. Tahun 1994 dan 1995 saya sempat juara satu berturut selama dua kali di festival teater jakarta. Naskah saya Rumah Dalam Botol dan Dongeng Naga Batuk, menang sebagai karya terbaik, dan saya juga berhasil jadi sutradara terbaik saat itu. Teater dan Film sangat kuat korelasi nya. Teater Menciptakan Dunia, sedangkan Film Menghidupi Dunia," ucapnya sumringah dari vokalis band, jadi sutradara teater, bekerja di agency periklanan dan kini menjadi sutradara film BoxOffice, awesome.
Lanjut larut dalam kenangan manis, dari teater ia membaur ke tv dan film. Dari iklan, video klip, sinetron sampai film. Rudi sempat kerja di perusahaan iklan bumimedia, yang jadi bos saya waktu itu mas Yadi Sugandhi (DOP Kondang).
Naskah Rumah Dalam Botol, bercerita tentang obsesi absurd anak anak remaja yang ingin menikmati jadi pembunuh orangtua mereka sendiri. Naskah Dongeng Naga Batuk, bercerita tentang Chinese Triads. Geng ini mulai ada pada abad ke-18 tetapi dulu disebut Tian Di Hui. Triad Cina terdiri dari banyak organisasi kejahatan yang berbasis di Daratan Cina, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Singapura. Mereka juga sangat aktif di New York, Los Angeles, Seattle, Vancouver juga San Francisco. kejahatan terorganisir mereka melibatkan pencurian, kontrak pembunuhan, perdagangan narkoba, pemerasan, pembajakan.
"Gladiator Planet Hollywood, naskah Rudi tentang sebuah kisah obsesib, sugestif, dan takhayul yang dirajut dalam sebuah drama berlatar kehidupan aktor kelas 3, yang terpuruk dalam karya maupun kesempatan. Pada wacana ini ia ingin meletakan gagasan Teater Tubuh sebagai teater yang tidak hanya berurusan dengan semata-mata fisikalitas atau teknik, Tapi Tubuh menjadi suatu ‘cara berbahasa’ dengan ‘menggambarkan’ atau ‘meyatakan’. Konteks kultural nya sendiri, sekaligus universal. Sifat universal dan kekayaan konteks kultural itu juga yang menjadikan daya tarik tersendiri. Misalkan adegan seorang aktor yang berdiskusi dengan kamera drone yang terbang mengelilingi nya.
Menginspirasi, bukan ?
Comments ( 0 )