Transtoto: Kanada Tidak Mematok Batas Hutan
Oleh: Dr. Transtoto Handadhari, PPNS, senior rimbawan KAGAMA
Sekitar tahun 1996, Saya saat itu menjabat Kepala Subdit Kerjasama Tehnik Luar Negeri di Kementerian Kehutanan. Saya dipercaya oleh Manajemen kehutanan ASEAN selama tiga bulan untuk magang mempelajari sistem pengelolaan hutan di Kanada, terutama di negara bagian British Columbia, pusat daerah hutan 90 juta hektare.
Tentu saya mewakili Indonesia dan satu-satunya peserta mewakili negara-negara ASEAN tampil sebagai pembicara tamu. Saya menyampaikan sistem tata batas pengelolaan hutan tropis Indonesia yang luasnnya 143 juta hektare, nomor tiga luasnya di dunia itu.
Dalam diskusi yang dihadiri semua ahli hutan dari Kanada, seseorang peserta bertanya, apakah panjang batas luar hutan yang puluhan ribu kilometer atau lebih itu semuanya wajib dipatok,?
Saya menjawab: "ya, dengan cara setiap 1 kilometer ditanam dengan patok semen, dan setiap 100 meter dengan patok kayu".
Peserta seminar terdiam sejenak, dan keheninganpun kembali pecah ketika sang penanya berkata lirih, pendek "Di sini kami tidak melakukan itu (penataan batas dengan mematok batas hutan). Kami memetakan hutan dengan batas-batasnya dan masyarakat dengan mengguanan GPS (Geo Positioning System) sudah bisa tahu batas-batas hutan dengan akurat dan tepat dan mematuhi batas-batas hutan negara dan lahan masyarakat, yang tidak akan dilanggar, apalagi dijarah.
Sekembalinya ke Indonesia hal itu sudah saya laporkan ke atasan. Akan tetapi sampai saat ini pelaksanaan penataan batas masih dilakukan. konservatif. Mungkin Indonesia waktu itu masih belum familier dengan tehnologi GPS, atau sikap mental petugas masih terbawa untung-rugi kalau menjalankan pekerjaan.
Itu memang bedanya masyrakàt di sana yang jujur dengan masyarakat di sini, di negeri kita. Kesenjangan penghasilan yang tajam di negeri ini selayaknya disesuaikan kekayaan alam untuk memberi penghasilan hidup yang wajar, dengan menghilangkan korupsi dan kecurangan, untuk dikembalikan buat kesra rakyat.
Penghasilan yang wajar pas-pasan adalah sekitar US $ 30 setara Rp40-50 juta sebulan, itupun kalau yang bekerja hanya satu orang di keluarga. Apabila penghasilan ART seperti saat ini Rp 2 juta sebulan atau pegawai rendahan punya biaya kehidupan rata-rata hanya Rp3 juta per bulan akan terjadi upaya mencukupinya dengan berbagai cara, umumnya bersifat negatif dan kerakusan.
Sudah umum hasil pengecekan lapangan dilaporkan hasil tata batas hutan dibawah 5 persen. Karena sesuai aturan apabila kurang dari itu berarti tara batas diulang lagi dengan biaya baru, peluang dapat uang, termasuk kalau curang.
Jadi program tata batas tidak akan selesai sampai kiamat. Sangat miris mengenang kegiatan tata batas hutan yang medannya relatif sangat berat di luar Jawa yang bisa menjadikan alasan kadang dikerjakan dengan kurang baik, atau malahan fiktif.
Sangat berbeda dengan petugas Perum Perhutani di Jawa yang relatif lebih menjalankan tugas dengan jujur dan lebih baik. Saya bersama mantan Sekjen Kehutanan Bambang Hendroyono, mengharapkan pemerintah kini mampu menjadikan bangsa kita sejahtera dan bermartabat, menghilangkan korupsi yang konon seorang koruptor uang simpanannya hampir Rp300 triliun bisa dibelanjakan satu milyar rup. sehari dan perlu waktu menghabiskan uangnya sampai 11 generasi.
Diharapkan uang bisa dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat yang telah lama menderita itu.
Comments ( 0 )