Skandal Kepemimpinan Terpidana Inkrah di Anak Usaha BUMN, Presiden Prabowo Diharapkan Ambil Tindakan Tegas

Skandal Kepemimpinan Terpidana Inkrah di Anak Usaha BUMN, Presiden Prabowo Diharapkan Ambil Tindakan Tegas

(ki-ka) Hellen Kathrina, Agus Nurudin, dan Reza Sjarif memaparkan sindikasi pengukuran media luar ruangan di Intercontinal Hotel, 6 Juli 2015. (Beritasatu.com)

 

KABARINDO, JAKARTA – Putusan inkrah Mahkamah Agung (MA) terhadap Santoso Halim seharusnya menjadi akhir dari kiprah bisnisnya di ranah publik. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan hal sebaliknya. Santoso Halim, yang telah dinyatakan bersalah secara hukum, masih aktif memimpin sebagai Direktur Utama PT Media Nusantara Data Global (MNDG).

Hal ini disoroti tajam oleh pengamat teknologi dan konsultan media luar ruang, Reza Sjarif. Ia menyebut keberadaan Santoso Halim di pucuk kepemimpinan perusahaan sebagai bentuk nyata pelecehan terhadap sistem hukum Indonesia.

“Fakta ini bukan hanya tentang keberanian satu individu menantang hukum, tapi juga menandakan bahwa penegakan hukum kita sedang dilecehkan secara terang-terangan,” ujar Reza kepada wartawan, Sabtu (13/9).

Yang membuat situasi ini makin ironis, lanjut Reza, MNDG bukanlah perusahaan swasta murni. Sebanyak 55% saham perusahaan tersebut dimiliki oleh PT Sigma Cipta Caraka (TelkomSigma), anak usaha dari PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk—perusahaan milik negara (BUMN).

“Dengan kepemilikan mayoritas, TelkomSigma seharusnya memiliki kendali penuh atas arah kebijakan perusahaan, termasuk memastikan tata kelola perusahaan berjalan sesuai hukum. Namun yang terjadi justru sebaliknya: TelkomSigma memilih bungkam dan membiarkan seorang terpidana tetap menjabat,” tegasnya.

Reza pun mempertanyakan kredibilitas Telkom sebagai entitas BUMN yang justru tampak membiarkan pelanggaran hukum terjadi di bawah pengawasannya.

“Jika pembiaran ini terus berlangsung, maka Telkom sebagai induk perusahaan dapat dianggap turut bertanggung jawab dalam mengabaikan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.

Lebih jauh, Reza menilai situasi ini sebagai tamparan keras terhadap prinsip supremasi hukum di Indonesia. Bagaimana mungkin, kata dia, sebuah perusahaan yang dibiayai dari dana publik malah menjadi pelindung bagi seorang terpidana.

“Ini adalah bentuk penghinaan terhadap putusan Mahkamah Agung. Jika lembaga hukum tertinggi saja bisa dipermainkan, maka jelas ada yang sangat salah dalam sistem kita,” ujarnya.

Ia menambahkan, kasus Santoso Halim telah menjelma menjadi simbol kebal hukum di Indonesia. “Ia berdiri di atas putusan inkrah, seolah tak tersentuh. Yang lebih menyedihkan, justru BUMN-lah yang menjadi tameng perlindungannya,” tegas Reza.

Menurutnya, jika situasi ini tidak segera ditangani secara tegas, maka bisa menjadi preseden berbahaya: bahwa hukum hanya berlaku bagi yang lemah, sementara pemilik kekuasaan dan koneksi bisa bebas dari jeratan hukum.

Atas dasar itu, Reza menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto turun tangan secara langsung.

“Kasus ini menyentuh dua aspek krusial: integritas sistem hukum dan kredibilitas BUMN sebagai tulang punggung ekonomi nasional. Presiden tidak bisa tinggal diam,” katanya.

Ia mendesak agar pemerintah segera mencopot Santoso Halim dari jabatannya, membuka secara transparan kepemilikan saham MNDG, serta memeriksa TelkomSigma atas dugaan pembiaran fatal terhadap pelanggaran hukum.

“Kita tidak boleh membiarkan budaya kebal hukum mengakar. Jika Santoso Halim tidak segera ditindak, maka masyarakat akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap hukum dan legitimasi pemerintahan,” pungkas Reza.