Republik Kongo Angkat Perdana Menteri Perempuan Pertama
KABARINDO, JAKARTA -- Menteri perencanaan Republik Demokratik Kongi, Judith Suminwa Tuluka menjadi perdana Menteri perempuan pertama negara Afrika itu. Hal ini diumumkan televisi negara tersebut.
Dia menggantikan posisi perdana menteri dari Jean-Michel Sama Lukonde, menyusul kemenangan Presiden Felix Tshisekedi dalam pemilihan umum yang luas pada 20 Desember.
Tuluka mengatakan di televisi nasional "tugasnya besar, tantangannya besar tetapi bersama-sama... kita akan mencapainya".
"Saya menyadari tanggung jawab besar yang saya emban," tambahnya, mengatakan bahwa dia ingin bekerja "untuk perdamaian dan pembangunan" agar "rakyat Kongo dapat memanfaatkan sumber daya" negara.
Tshisekedi secara resmi memenangkan pemilu pada Desember dengan 73,47% suara dan pemungutan suara berlangsung secara damai di negara yang selama ini dilanda kekerasan dan ketidakstabilan.
Pihak oposisi menyebut pemilihan tersebut sebagai pembohongan. Pemungutan suara secara resmi diperpanjang selama satu hari karena masalah logistik dan tempat pemungutan suara tetap dibuka selama beberapa hari di daerah terpencil.
Partai yang mendukung Tshisekedi meraih lebih dari 90% kursi di parlemen, memungkinkannya untuk mengeluarkan undang-undang dengan mudah.
Perdana Menteri baru akan bertugas untuk mendorong prioritas yang diumumkan oleh presiden yaitu pekerjaan, pemuda, perempuan, dan persatuan nasional bagi negara dengan populasi sekitar 100 juta orang.
Tshisekedi menjadi presiden pada 2019 dengan janji untuk meningkatkan kondisi hidup di DR Kongo dan mengakhiri 25 tahun konflik di timur.
Tshisekedi memiliki dampak yang kecil terhadap janji-janji itu tetapi berkampanye untuk masa jabatan kedua dengan pencapaian seperti pemberian obat dasar secara gratis.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sekitar tujuh juta orang telah mengungsi akibat konflik di DR Kongo, salah satu negara termiskin di dunia.
Situasi keamanan memburuk di provinsi Kivu Utara di mana kelompok pemberontak yang didukung Rwanda, M23, telah merebut sebagian besar wilayah selama dua tahun terakhir.
Setelah delapan tahun tidak aktif, pemberontakan M23 kembali bersenjata pada akhir 2021, merebut sebagian besar wilayah timur provinsi Kivu Utara - memutus akses darat ke Goma kecuali jalan perbatasan Rwanda pada awal Februari.
Organisasi Kesehatan Dunia juga mengeluarkan peringatan bulan lalu atas memburuknya situasi kesehatan di negara tersebut, di mana kolera, campak, cacar, antraks, dan wabah lainnya menyebabkan kerusakan.
Krisis kesehatan diperparah oleh kekerasan, guncangan iklim, pengungsian, kemiskinan, dan kekurangan gizi, kata WHO, sambil menyerukan lonjakan pendanaan mendesak.
Sebanyak 15.000 pasukan PBB yang ditempatkan di DRC mulai meninggalkan negara itu pada akhir Februari, atas permintaan pemerintah Kinshasa. Penarikan tersebut dijadwalkan selesai pada akhir tahun. Red dari berbagai sumber
Comments ( 0 )