Reaksi Beijing Pasca Dikritik AS Lewat WTO

Reaksi Beijing Pasca Dikritik AS Lewat WTO

KABARINDO, BEIJING – Kantor berita AFP melaporkan bahwa Beijing pada Kamis (17/2) telah menanggapi penilaian negatif Amerika Serikat terhadap keanggotaan China di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Pada prinsipnya, China tidak memandang serius penilaian tersebut dengan mengatakan kritik AS itu "tidak memiliki dasar dalam aturan ekonomi dan perdagangan internasional".

Balasan kementerian perdagangan China itu disampaikan sehari setelah Washington mengatakan bahwa 20 tahun setelah bergabungnya China ke WTO, negara itu masih tidak mengadopsi aturan WTO, mempertahankan dan memperluas pendekatan [ekonomi] yang berpusat pada panduan negara, sehingga merugikan bisnis dan pekerja secara global.

Laporan tahunan yang diserahkan kepada Kongres oleh kantor Duta Besar Perwakilan Dagang AS Katherine Tai juga mengatakan China memiliki "sejarah panjang melanggar, mengabaikan dan menghindari aturan WTO untuk mencapai tujuan kebijakan industrinya".

Juru bicara kementerian perdagangan Gao Feng mencatat bahwa AS melabeli China sebagai tidak berorientasi pasar, tetapi menambahkan bahwa "pernyataan ini tidak memiliki dasar menurut aturan ekonomi dan perdagangan internasional, dan sama sekali tidak sesuai dengan fakta".

Dia juga mendesak AS untuk memastikan alat perdagangannya "mematuhi aturan WTO alih-alih mengobarkan unilateralisme, proteksionisme, dan intimidasi atas nama mencari strategi baru".

Gao mengatakan China berharap AS akan "mengadopsi kebijakan ekonomi dan perdagangan yang rasional dan pragmatis terhadap China".

Berbasis di Jenewa, Swiss, WTO bekerja untuk menegakkan aturan yang mengatur perdagangan internasional, termasuk mempromosikan persaingan yang adil dan perdagangan terbuka.

Ketika bergabung pada Desember 2001, Beijing mengatakan akan merangkul prinsip-prinsip itu, kata Tai, tetapi menambahkan bahwa China telah memperluas pendekatan non-pasar yang dipimpin negara terhadap ekonomi dan perdagangan.

AS telah lama mengecam praktik China seperti subsidinya untuk perusahaan publik, dan Beijing juga dituduh mencuri kekayaan intelektual dan secara paksa mentransfer pengetahuan dan teknologi dari perusahaan asing dengan imbalan akses pasar.

***(Sumber: AFP; Foto: WTO)