Prof. HAH : Presiden Prabowo Tunjukkan Wajah Indonesia yang Multikultural, Religius, dan Toleran di PBB

Prof. HAH : Presiden Prabowo Tunjukkan Wajah Indonesia yang Multikultural, Religius, dan Toleran di PBB
Prof. HAH : Presiden Prabowo Tunjukkan Wajah Indonesia yang Multikultural, Religius, dan Toleran di PBB

KABARINDO, JAKARTA – Pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum PBB tahun ini mencatatkan babak baru dalam diplomasi Indonesia. Lebih dari sekadar ritual tahunan, kehadiran Prabowo di podium dunia itu menampilkan wajah bangsa yang percaya diri, tegas, sekaligus berakar pada nilai-nilai moral universal.

Dengan bahasa yang lugas dan tanpa berbelit, Prabowo menyuarakan keadilan dan kemanusiaan. Ia menjadikan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai pijakan moral, sembari menegaskan bahwa kesetaraan manusia bukan sekadar jargon, tetapi prinsip yang wajib diperjuangkan.

“Indonesia berdiri di sini untuk menyampaikan suara kebenaran. Kita tidak bisa menutup mata terhadap penderitaan yang masih berlangsung di banyak belahan dunia. Keadilan harus ditegakkan, tanpa pandang bulu,” tegas Presiden Prabowo dalam pidatonya di New York.

Suara untuk Palestina, Ruang untuk Dialog

Guru Besar Universitas Negeri Makassar (UNM) sekaligus Ketua Umum Ikatan Alumni Doktor Ilmu Hukum (IADIH), Prof. Dr. Harris Arthur Hedar, menilai keberanian Prabowo dalam menyuarakan isu Palestina menjadi sorotan penting.

“Yang menarik, Presiden Prabowo bukan hanya menegaskan dukungan bagi kemerdekaan Palestina, tetapi juga menyampaikan pentingnya menghormati keamanan Israel. Ini keseimbangan diplomasi yang jarang disentuh secara terbuka,” ungkap Harris di Jakarta, Kamis (25/9/2025).

Menurut Harris, sikap ini mencerminkan posisi Indonesia sebagai jembatan moral—berdiri tegak di atas prinsip, namun tidak menutup diri dari realitas geopolitik.

Prabowo sendiri menegaskan dalam pidatonya, “Indonesia konsisten mendukung perjuangan rakyat Palestina. Namun pada saat yang sama, kita juga percaya bahwa jalan damai hanya mungkin terwujud bila semua pihak merasa aman dan dihormati.”

Salam Lintas Agama, Simbol Pluralisme

Pidato tersebut ditutup Prabowo dengan salam dari berbagai keyakinan: “Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Shalom, Om Shanti Shanti Om, Namo Buddhaya.” Harris menilai penutup sederhana ini sarat makna.

“Dalam satu tarikan napas, Presiden Prabowo memproyeksikan wajah Indonesia sebagai bangsa multikultural, religius, dan toleran. Dunia melihat bahwa Indonesia tidak hanya berbicara soal HAM, tetapi juga memberi contoh nyata pluralisme yang hidup,” jelas Harris yang juga Wakil Rektor Universitas Jayabaya.

Resonansi Global

Pidato tersebut tak hanya mendapat sorotan publik, tetapi juga perhatian media internasional. Media Israel menyoroti penggunaan salam “Shalom”, sementara banyak pemimpin dunia menilai gaya penyampaian Prabowo lugas, berani, dan konstruktif.

Bahkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberikan komentar positif. “Pujian dari salah satu pemimpin negara adidaya ini memperkuat citra bahwa Indonesia, lewat Prabowo, kini tampil sebagai pemain global yang diperhitungkan,” tambah Harris, yang juga menjabat Wakil Ketua Umum DPN PERADI.

Diplomasi Kebenaran

Meski mikrofon sempat mati akibat aturan teknis, pesan Prabowo tetap menggema. Harris menyebut momen itu simbolis: sekalipun ada batasan, suara kebenaran selalu menemukan jalannya.

“Pidato di PBB kali ini bukan seremoni, melainkan statement of intent. Dunia melihat Indonesia, melalui Prabowo, berani tampil dengan kepercayaan diri, menggabungkan moralitas universal, kepentingan nasional, dan strategi diplomatik yang seimbang,” tutur Harris.

Dengan gaya khasnya, Prabowo menutup pesan kepada dunia: “Indonesia bukan hanya bagian dari percakapan global, tetapi siap menjadi penentu arah masa depan yang lebih adil dan damai.”