Pentingnya Keseimbangan Upaya Penagihan dan Perlindungan Konsumen

Pentingnya Keseimbangan Upaya Penagihan dan Perlindungan Konsumen

Pentingnya Keseimbangan Upaya Penagihan dan Perlindungan Konsumen

Asosiasi Advokat Konstitusi selenggarakan Forum Grup Discussion

Surabaya, KabarindoProses penagihan dan eksekusi jaminan fidusia di industri pembiayaan menjadi sarana untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan pembiayaan di Indonesia.

Dengan pendekatan yang transparan dan adil, hal ini dapat memperkuat ekosistem bisnis dan mendukung kelancaran pengelolaan kredit. Untuk memaksimalkan manfaatnya, kebijakan dan regulasi yang seimbang sangat penting, sehingga industri pembiayaan dapat terus berkembang dengan sehat dan memberikan manfaat yang optimal bagi semua pihak.

Hal ini dibahas dalam Forum Group Discussion dengan tema “Perlindungan Kepentingan Hukum Perusahaan Pembiayaan dalam Relasi Dengan Profesi Penagih Hutang” yang diadakan oleh Asosiasi Advokat Konstitusi (AAK) di Yogyakarta, baru-baru ini.

Acara tersebut diharapkan dapat memeberikan pemahaman dan kesadaran bagi seluruh pemangku kepentingan akan kehadiran suatu bentuk kebijakan atau regulasi yang berimbang terkait dengan proses eksekusi jaminan fidusia sesuai dengan Undang Undang Jaminan Fidusia yang melindungi kepentingan seluruh pihak yang terlibat.

Ketua Asosiasi Advokasi Konstitusi, Bahrul Ilmi Yakup, mengatakan saat ini industri pembiayaan mendapat banyak stigma negatif dari proses penagihan yang dilakukan oleh para pelaku usaha pembiayaan dan seluruh pemangku kepentingan.

“Stigma negatif ini merugikan para pelaku di industri pembiayaan. Maka penting untuk menghadirkan keberimbangan perlindungan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari konsumen, pelaku usaha hingga bagi para pelaku penagihan,” ujarnya dalam rilis yang diterima pada Sabtu (10/8/2024).

Operation Director FIFGROUP, Setia Budi Tarigan, mengatakan dalam mengelola kredit macet, proses penagihan dilakukan sebagai upaya mencegah agar tidak terjadi peningkatan kredit bermasalah. Namun stigma negatif itu menimbulkan keterbatasan bagi perusahaan pembiayaan dalam operasional. Hal ini dapat berdampak terhadap kesehatan industri pembiayaan itu sendiri secara umum.

Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Polri, Brigjen Veris Septiansyah, mengatakan sangat penting bagi para pelaku profesi penagihan memperhatikan prosedur yang dilakukan. Sering terjadi tindakan prosedur penagihan yang menggunakan kekerasan fisik ataupun dengan tindakan premanisme, sehingga hal ini menimbulkan sudut pandang negatif terkait dengan prosedur penagihan.

Ia menekankan, para pelaku usaha harus mampu melakukan upaya penagihan sesuai dengan pendekatan peraturan, seperti Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, seluruh regulasi yang diterbitkan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, Putusan Mahkamah Konstitusi, hingga Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.

“Seluruh regulasi tersebut menjadi pedoman dasar yang perlu ditaati oleh perusahaan pembiayaan agar upaya penagihan itu dapat dijalankan dengan baik. Konsumen juga perlu memahami bahwa regulasi ini juga mengikat masyarakat yang menjadi konsumen layanan pembiayaan dalam melakukan kewajibannya, seperti pembayaran angsuran dengan tepat waktu dan melunasi hutangnya,” kata Veris.

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Sobandi, menambahkan secara regulasi prosedur ekseksui jaminan fidusia saat ini harus dipermudah dan disederhanakan. Ia menilai regulasi yang sudah ada mempersulit upaya penagihan maupun proses eksekusi jaminan fidusia. Bahkan ada pelaku profesi penagihan yang dihakimi oleh warga, karena melakukan penagihan. Ini menunjukkan kelemahan secara regulasi yang menyebabkan lembaga pembiayaan mengalami kesulitan dalam penagihan.

“Namun perlu menjadi catatan bahwa ketika kepentingan hukum dilindungi, perlu diimbangi dengan tindakan penagihan oleh lembaga pembiayaan dengan tetap memperhatikan kepentingan perlindungan konsumen,” ujarnya.

Menurut pakar hukum Jaminan Fidusia Universitas Diponegoro, Siti Malikhatun Badriyah, pada dasarnya prosedur penagihan dan pengamanan unit jaminan fidusia dapat dilakukan dengan adanya sertifikat jaminan fidusia.

“Sertifikat jaminan fidusia memiliki kekuatan eksekutorial, namun perlu diperhatikan keabsahan dari jaminan fidusia itu sendiri yang meliputi dua tahap, yaitu pembebanan dan pendaftaran jaminan fidusia. Sertifikat ini ditanda-tangani oleh pihak debitur maupun kreditur, sehingga berlaku asas-asas hukum penjaminan di dalam pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,” ujarnya.

Foto: istimewa