Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” Diperpanjang hingga 13 Maret 2022
KABARINDO, JAKARTA - Galeri Nasional Indonesia dan Goethe-Institut Indonesien memperpanjang periode pameran seni “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak.” Pameran yang awalnya direncanakan berakhir pada 27 Februari ini akan dibuka hingga Minggu, 13 Maret 2022.
Perpanjangan periode pameran dilakukan untuk mengakomodasi antusiasme masyarakat terhadap acara ini, dengan pembatasan kapasitas untuk aktivitas seni dan budaya sesuai regulasi PPKM di DKI Jakarta.
Dalam dua minggu pertama pameran (28 Januari-14 Februari 2022), terhitung lebih dari 5.000 orang yang telah memesan tiket daring dan berkunjung ke pameran yang menampilkan karya dari empat institusi penting di Indonesia, Jerman, Singapura, dan Thailand: Galeri Nasional Indonesia, Hamburger Bahnhof (bagian dari Nationalgalerie – Staatliche Museen zu Berlin di Jerman), MAIIAM Contemporary Art Museum, dan Singapore Art Museum.
Selain koleksi keempat institusi, pameran “Para Sekutu...” juga menghadirkan pilihan karya dari Museum Seni Rupa dan Keramik - Unit Pengelola Museum Seni dan beberapa koleksi pribadi, serta arsip-arsip bersejarah.
Setiap harinya, pameran dibuka mulai pukul 10:00-19:00 WIB dengan maksimum delapan slot kunjungan berdurasi antara 55 hingga 90 menit. Calon pengunjung diwajibkan memesan tiket secara daring lewat situs galnas-id.com paling lambat enam jam sebelum kunjungan.
Sebelum memasuki area pameran, pengunjung akan menerima arahan singkat mengenai tata tertib mengunjungi pameran, terutama selama masa pandemi. Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” didasari oleh kerinduan kurator Grace Samboh untuk menikmati koleksi Galeri Nasional Indonesia—yang jumlahnya mencapai 1.800 karya dan hanya segelintir yang pernah dipamerkan kepada publik—juga dari ketertarikan untuk menelusuri awal mula koleksi dan institusi ini.
Penjelajahan kuratorial Grace Samboh mencermati dua pameran bersejarah di Galeri Nasional Indonesia, yaitu “Paris-Jakarta 1950-1960” pada 1992 dan “Pameran Seni Kontemporer dari Negara-Negara Non Blok” pada 1995. Penjelajahan ini memunculkan beberapa pertanyaan seputar relasi di antara seniman dan negara yang terlibat dalam pameran.
Apa yang dapat kita pelajari dari berbagai pertukaran tersebut? Apakah pertukaran-pertukaran itu semata gerak-gerik simbolik? Seperti apa hubungan para seniman? Betulkah terjadi pertukaran di antara para perorangan seniman ini? Perenungan atas pertanyaan ini mewujud dalam lima bagian pameran, yang diberi judul Guyub, Keberpihakan, Kenduri, Kekerabatan, dan Daya.
Pameran ini merupakan bagian dari Collecting Entanglements and Embodied Histories, proyek dialog kuratorial jangka panjang yang diprakarsai oleh Goethe-Institut, bekerja sama dengan MAIIAM Contemporary Art Museum, Singapore Art Museum, Hamburger Bahnhof (bagian dari Nationalgalerie – Staatliche Museen zu Berlin di Jerman), dan Galeri Nasional Indonesia.
Sepanjang periode pameran, berbagai program publik telah dilaksanakan, termasuk tur pameran bersama Grace Samboh, seri pemutaran dan diskusi film dalam payung program Call and Response yang dikurasi Lisabona Rahman (konsultan preservasi dan presentasi gambar bergerak), konser bunyi hasil lokakarya “Nayamullah, Gema, dan Para Sekutu...”, serta lokakarya kolase untuk anak bersama Ika Vantiani (seniman).
Pada Minggu, 27 Februari, pengunjung dapat menyaksikan performans karya Marintan Sirait yang berjudul Membangun Rumah oleh peserta lokakarya yang diampu sang seniman.
Dr. Stefan Dreyer, Direktur Goethe-Institut Wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru menyambut baik perpanjangan pameran ‘Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak’, sebuah acara seni yang sudah direncanakan beberapa tahun terakhir ini.
“Antusiasme terhadap pameran sangat tinggi, dan bersama dengan Galeri Nasional Indonesia kami berharap perpanjangan periode ini dapat memberi keleluasaan merencanakan kunjungan bagi mereka yang tertarik. Saya juga mengapresiasi aplikasi protokol kesehatan yang telah dilaksanakan oleh seluruh staf Galeri Nasional Indonesia, dan berharap pameran ini dapat berlanjut dengan aman bagi tim kerja maupun pengunjung,” terangnya.
Sementara itu, Pustanto, Kepala Galeri Nasional Indonesia, menyatakan bahwa sebagai tuan rumah, sangat senang melihat respons yang baik terhadap Pameran ‘Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak.
“Perpanjangan pameran ini kami putuskan setelah berdiskusi dengan pihak Goethe-Institut Indonesien, untuk memberikan lebih banyak kesempatan bagi publik dalam mengapresiasi karya-karya luar biasa dari empat negara, sekaligus sebagai penyegaran di tengah situasi pandemic Covid-19. Tentunya perpanjangan pameran juga diimbangi dengan terus melaksanakan protokol kesehatan yang berlaku,” jelasnya.
Selama berada di ruang pamer, pengunjung dapat mengakses konteks dan info seputar objek dalam pameran dengan memindai kode QR yang tersemat di sekitar objek terkait. Tautan dalam kode QR menyediakan keterangan karya dalam bahasa Indonesia dan Inggris, juga panduan audio untuk objek-objek tertentu. Pengunjung juga dapat mengakses buklet pameran yang dicetak terbatas dan dapat digunakan selama berada di ruang pamer.
Kabar terkini mengenai pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” dapat diakses pada situs collectingentanglements.net dan goethe.de/indonesia serta kanal-kanal media sosial Goethe-Institut Indonesien dan Galeri Nasional Indonesia. Pameran didukung oleh mitra media dan komunitas Dari Halte ke Halte, Historia, IndoArtNow, Kompas, Manual Jakarta, Prambors, Tanamtumbuh Media, The Finery Report, Whiteboard Journal, dan WMN by Narasi.
Comments ( 0 )