MPASI Fortifikasi Dukung Tumbuh Kembang Anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan
MPASI Fortifikasi Dukung Tumbuh Kembang Anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan
Surabaya, Kabarindo- Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa makanan pendamping ASI (MPASI) yang baik adalah yang diolah sendiri. Sebagian lain anti terhadap MPASI fortifikasi. Mereka lebih nyaman menggunakan MPASI pinggir jalan yang tidak diketahui proses pembuatannya dari pada menggunakan MPASI fortifikasi.
“Saya memahami adanya berbagai pertimbangan dan perbedaan pandangan dalam memilih nutrisi MPASI,” ujar dr. Mas Nugroho Ardi Santoso, SpA, MKes, pada Selasa (26/9/2023).
Ia lebih dulu membahas tentang peran gizi dalam 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) yang merupakan fase terpenting dalam membentuk dan membangun kualitas gizi anak. Kualitas pada 1000 HPK sangat menentukan keberlangsungan kehidupan anak pada masa depan, misalnya seluruh organ penting dan sistem tubuh mulai terbentuk dengan pesat.
“Perkembangan yang dimulai adalah kesehatan saluran cerna, perkembangan organ metabolik, perkembangan kognitif, pertumbuhan fisik dan kematangan sistem imun. Bahkan perkembangan otak manusia 80% terjadi pada masa 1000 HPK, sisanya 20% terjadi hingga dewasa,” ujar dr. Nugroho.
Karena itu, ibu harus memperhatikan nutrisi seimbang saat hamil dan memastikan asupan gizi melalui ASI selama 6 bulan serta memperhatikan asupan nutrisi pada fase MPASI saat usia anak di atas 6 bulan. Pada usia tersebut, anak semakin membutuhkan nutrisi yang kompleks dan tidak cukup hanya diberikan melalui ASI. Anak sangat perlu diberikan dukungan asupan lain melalui MPASI.
“MPASI yang mendukung tumbuh kembang optimal adalah yang diberikan tepat waktu, cukup kalori, protein, lemak, vitamin, mineral, higienis dan responsif. MPASI diberikan setelah bayi berusia 6 bulan dan ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun. MPASI yang kurang dalam kuantitas dan kualitas dapat menyebabkan anak gagal tumbuh dan jika berlangsung dalam waktu lama akan menjadi pemicu malnutrisi dan stunting,” papar dr. Nugroho.
Menurut ia, ada masalah lain yang lebih nyata, yang dihadapi para ibu dan mungkin membuat ibu sering khawatir, yaitu bagaimana dapat memastikan kualitas nutrisi makanan, mulai dari apakah kualitas bahan bakunya terjamin dan proses memasaknya sudah benar, sehingga nutrisinya tidak rusak.
Dari segi pengolahan makanannya saja, sebenarnya cukup sulit memastikan kualitas nutrisi MPASI olahan sendiri, apalagi bubur tim pinggir jalan. Sebagai gambaran, bayi berusia 6 bulan ke atas membutuhkan asupan zat besi sebanyak 11 mg/hari. ASI hanya menyediakan sekitar 3% dari 11 mg zat besi, sehingga sisanya perlu diperoleh dari MPASI. Makanan kaya zat besi seperti daging sapi, hati sapi atau ayam dan ikan harus dikonsumsi dalam jumlah sekitar 400g untuk memenuhi kebutuhan zat besi harian. Tentunya ini tidak mungkin dengan kapasitas lambung bayi yang terbatas.
“Di sinilah MPASI fortifikasi dapat digunakan sebagai alternatif nutrisi pendukung tumbuh kembang karena kelebihannya, yaitu sudah ditambahkan vitamin dan mineral sesuai kebutuhan harian. Sebuah penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bayi berusia 6-24 bulan yang mengonsumsi MPASI fortifikasi, mencatat kadar hemoglobin, zat besi dan ferritin (pengikat zat besi) yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang mengonsumsi MPASI homemade. Dalam berbagai penelitian lain juga telah dibuktikan bahwa nutrisi fortifikasi dapat mendukung pertumbuhan anak secara positif,” ujar dr. Nugroho.
Ia menambahkan, para ibu sebaiknya bijak dalam menyikapi nutrisi MPASI. Jika bisa memastikan kualitas nutrisi seimbang sesuai kebutuhan anak, silahkan dibuat makanan olahan di rumah. Namun tidak perlu dipaksakan atau idealis untuk anti terhadap nutrisi fortifikasi, sementara pada saat yang sama, nutrisi anak justru tidak tercukupi, karena makanan olahannya tidak berkualitas. Sebaiknya fokus pada kebutuhan nutrisi seimbang anak, terlepas apakah berasal dari nutrisi olahan sendiri atau dibantu oleh nutrisi fortifikasi.
“Para ibu disarankan untuk terus menambah wawasan terkait tumbuh kembang dari sumber-sumber yang valid dan bisa dipertanggung-jawabkan, sehingga lebih bijak dalam mengambil keputusan,” imbuh dr. Nugroho.
Comments ( 0 )