Krisis Ukraina: Seluruh Dunia Cemas, Warga Kyiv Santai-Santai Saja
KABARINDO, KYIV – Krisis Ukraina yang mewarnai media massa di seluruh dunia setiap hari, dan telah menimbulkan kecemasan global, sama sekali tidak tercermin di ibu kota Ukraina, Kyiv.
Siapa pun yang telah memantau suasana di Ukraina melalui pemberitaan dalam kurun waktu beberapa bulan belakangan ini, mungkin akan terkejut mengetahui betapa tenangnya orang-orang di sana pada umumnya. Media sosial warga di sana dan percakapan dengan orang biasa di sana akan menunjukkan hal itu.
Tentu saja, ada beberapa kecemasan dan laporan dari keluarga yang bahkan berpikir untuk melarikan diri dari negara itu untuk bergabung dengan teman dan kerabat di Jerman atau Polandia.
Bahkan, Israel dilaporkan telah menyiapkan strategi evakuasi bagi orang-orang Yahudi yang ingin meninggalkan Ukraina.
Namun, suasana di Kyiv hampir bisa digambarkan sebagai ‘sendu’. Orang-orang seperti telah terbiasa dengan perang hibrida yang dilancarkan terhadap negara mereka oleh Moskow.
Mungkin juga, mereka lebih tahan banting dalam pertempuran daripada media internasional yang ringkih, karena bagaimana pun, delapan tahun sejak "Revolusi Martabat" atau Revolusi Maidan di ibukota Kyiv adalah waktu yang lama untuk mereka membiasakan diri dengan ketegangan politik.
Protes di Maidan (alun-alun) pusat Kyiv, yang dimulai pada November 2013, memuncak pada Februari 2014 dengan bentrokan bersenjata antara demonstran dan polisi Berkut (satuan polisi khusus Ukraina), yang pada akhirnya menewaskan sekitar 100 orang dan pemecatan Presiden Viktor Yanukovych.
(Foto: Penduduk Kyiv memadati tempat terbuka saat Revolusi Maidan. -Wikipedia/Ввласенко)
Serupa dengan keadaan sekarang, Rusia juga jadi salah satu sebab krisis saat itu. Aneksasi Rusia akan Krimea, dan klaim negara beruang merah itu bahwa Nazi sedang mengalami kebangkitan di Ukraina, turut memicu revolusi kebangkitan rakyat Ukraina.
Tetap Tenang
Seorang pria warga Kyiv mengatakan kepada Daily Mail awal pekan ini bahwa ia tidak khawatir akan krisis yang sedang terjadi, dan ia yakin kemungkinan besar pada akhirnya hanya akan ada semacam ‘blokade ekonomi’.
“Latihan Angkatan Laut Rusia di Laut Hitam dan Laut Azov saat ini sepertinya bertujuan untuk menghambat kegiatan ekspor-impor Ukraina. Itu yang paling mungkin,’ kata pria itu.
Kepada media yang sama, dua orang wanita warga Kyiv dalam kesempatan terpisah menyatakan hal yang serupa, “Kebanyakan orang di sini tetap tenang. Kalaupun pada suatu titik timbul kekhawatiran, mungkin kami akan pindah ke tempat yang aman.”
Dalam video yang dimuat Daily Mail itu, terlihat jalan-jalan utama Kyiv dipadati warga seperti biasa, dengan pemusik jalanan bermain di latar dan anak-anak muda berswafoto bersama.
(Foto: Warga Kyiv menikmati malam di alun-alun awal pekan ini -Daily Mail)
Kepada media Jerman DW, Margarete Klein, seorang peneliti dari Institut Jerman untuk Urusan Keamanan (SWP) yang berbasis di Berlin dan mengkhususkan diri di Eropa timur berpendapat, “Ini adalah strategi gesekan. Mereka mencoba menempatkan Ukraina di bawah tekanan sebanyak mungkin, terutama di dalam negeri – dengan tujuan mendorongnya kembali ke jalur pro-Rusia.”
Klein menambahkan, "Salah satu tujuan [Rusia] tentu juga untuk menciptakan apa yang mungkin disebut 'kelelahan Ukraina' di Barat."
Kelelahan itu membantu menciptakan citra "misalnya, bahwa [kekhawatiran] pemimpin Amerika Serikat hanyalah paranoid. Dan bagian dari strategi itu pastilah pengumuman penarikan pasukan tepat pada saat Kanselir Jerman Olaf Scholz mengunjungi Moskow," lanjut peneliti SWP itu.
“Pada saat yang sama, bagaimanapun, tidak ada bukti nyata bahwa penarikan substansial telah dimulai. Lihatlah unit-unit yang dikerahkan sejauh Siberia atau timur jauh Rusia. Jika mereka dipindahkan, itu akan benar-benar menjadi sinyal bahwa penarikan kembali telah dimulai. Sebaliknya, satu-satunya pasukan yang ditarik adalah mereka yang dapat kembali ke garis depan dalam waktu singkat," pungkasnya.
***(Sumber: DW, Daily Mail; Foto: Daily Mail, Wikipedia)
Comments ( 0 )