KPK Buktikan Bisa Hitung Kerugian Keuangan Negara dari Kasus Eks Dirut Pelindo II
KABARINDO, JAKARTA - KPK mengeklaim bahwa vonis terhadap mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), Richard Joost Lino alias RJ Lino, sebagai bentuk pembuktikan bahwa mereka bisa menghitung kerugian keuangan negara.
"Hal ini menjadi langkah maju bagi pemberantasan korupsi bahwa KPK dapat menghitung kerugian keuangan negara dengan tetap berkoordinasi bersama BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) yang memiliki kewenangan tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, di Jakarta, Rabu (15/12/2021).
Sebelumnya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Selasa (14/12/2021) memvonis Lini dengan hukuman empat tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Baca Juga: Sinovac Diberikan untuk Anak-anak, Remaja dan Dewasa Diminta Pakai Vaksin Jenis Lain
Vonis itu dipastikan setelah Lino dinilai terbukti melakukan korupsi pengadaan dan pemeliharaan tiga unit Quayside Container Crane (QCC) pada 2010 di pelabuhan Panjang (Lampung), Pontianak (Kalimantan Barat), dan Palembang (Sumatera Selatan).
Lino dinyatakan terbukti melakukan dakwaan alternatif kedua dari pasal 3 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kerugian negara seluruhnya akibat kasus tersebut adalah senilai 1.997.740,23 dolar Amerika Serikat.
"Putusan ini menuntaskan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan oleh KPK yang telah memakan waktu hingga lintas 3 periode kepemimpinan KPK karena kendala penghitungan kerugian keuangan negaranya," kata Fikri.
KPK mengapresiasi putusan majelis hakim yang telah mempertimbangkan penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Accounting Forensic pada Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK.
"Dimana dalam putusannya, majelis kemudian menilai bahwa perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara hingga 1,99 juta dolar AS atau sekitar Rp28 miliar," kata dia.
"Yang tidak hanya untuk memberikan keadilan dan efek jera bagi pelaku, namun juga mengedepankan optimalisasi asset recovery yang akan menjadi penerimaan keuangan bagi negara," kata dia.
Namun demikian putusan tidak diambil dengan suara bulat oleh tiga orang hakim karena ketua majelis hakim Rosmina menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) terhadap putusan tersebut.
Rosmina sempat menilai bahwa KPK tidak cermat dalam menghitung kerugian negara.
Menurut Rosmina, BPK menghitung kerugian negara dengan cara menghitung selisih nilai pembayaran pembangunan dan pengiriman dan pemeliharan 3 unit QCC dengan nilai realiasi pengeluaran HDHM.
Sumber berita: Antara
Foto: Antara
Comments ( 0 )