Kejujuran, Modal Utama Pembinaan Pemain Usia Dini
KABARINDO, SOLO – Pembinaan pemain usia dini di level akar rumput menyajikan setumpuk masalah yang mesti mendapatkan perhatian. Pengelola Diklat Sepak Bola Cilo Sportivo, Edy Prayitno, mengisahkan berbagai problem yang masih saja ditemuinya sampai saat ini.
Mantan Pelatih Kepala PPLP Jawa Tengah periode 2008-2013 itu menegaskan, sepak bola tak melulu berkaitan dengan aspek teknik dan taktik tetapi juga harus mempromosikan nilai-nilai kejujuran yang menjadi pondasi utama.
Hal itulah yang selama ini menjadi pegangan bagi Edy Prayitno saat bertugas di mana pun, baik itu menjadi pelatih sekolah sepak bola (SSB) maupun menjadi asisten yang membantu pelatih Carlos De Mello menangani Timnas Pelajar Indonesia U-19 itu.
"Kami berusaha meletakkan teknik dasar yang benar dan mengajarkan kejujuran. Kebetulan, tagar kehidupan kami ialah kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana saja," kata Edy saat berbagi pengalaman di Pusat Informasi Piala Dunia U-17 2023 di Hotel Solia Zigna Kampung Batik, Solo, Sabtu (25/11/2023).
"Dengan kejujuran ini, semua serba-terbuka dan ada statistiknya, sehingga PPLP Jawa Tengah bisa tiga tahun berturut-turut juara di Indonesia, tahun 2011, 2012, dan 2013. Itu semua kami lakukan karena kejujuran," ujar dia melanjutkan.
Menurut lelaki asal Magelang, Jawa Tengah itu, kejujuran dalam sepak bola sebetulnya tak hanya berada dalam lingkup pencurian umur di dunia pembinaan usia dini, tetapi juga aspek-aspek lainnya dalam tata kelola sepak bola.
"Kejujuran itu tidak hanya sebatas persoalan pencurian umur, tetapi di segala bidang. Misalnya, kejujuran dalam pemilihan pemain. Itu harus jujur, yang baik dikatakan baik, yang buruk dikatakan buruk. Dengan demikian hasilnya bisa maksimal," katanya.
"Kemudian, penunjukan pelatih harus jujur. Pelatih-pelatih yang berprestasi harus diberi kesempatan. Harapan kami, kejujuran ini tidak hanya ada di lingkup pencurian umur, tetapi sepak bola bisa menginspirasi di kehidupan," ucap Edy lagi.
Edy turut menyoroti menjamurnya turnamen-turnamen di Indonesia yang hanya berlangsung selama satu hari. Menurutnya, ada potensi masalah yang bisa muncul apabila turnamen-turnamen seperti ini terus digelar.
"Bayangkan pemain harus bertanding jam 07.00, lalu bermain lagi pada 10.00, 13.00, hingga 15.00 dalam satu hari. Bermain lima kali sehari. Pulangnya memang membawa piala dan membuat orang tuanya bangga, tetapi mereka tidak tahu efek terhadap organ tubuh pemain ini," ujarnya.
"Bahkan, sekarang _one-day tournament_ itu sudah diiming-imingi dengan uang. Bagaimana ini kok anak kecil sudah dipacu dengan uang. Karena banyaknya turnamen seperti ini, orang berbondong-bondong mencari kemenangan dan lupa meletakkan teknik dasar yang benar. Kalau teknik dasar ini tidak benar, lalu bagaimana dasar pembinaannya," tutur Edy.
Edy berharap, orang tua pemain bisa memahami ide dasar pembinaan pemain usia dini. Sehingga, mereka tidak mengambil sikap yang keliru dalam mendidik putranya yang ingin menjadi pesepak bola.
"Saya pikir pencapaian pelatih Bima Sakti di Piala Dunia U-17 2023 ini sudah luar biasa. Saya tahu persis bahwa para pemain ini, di bawah asuhan Bima, salat saja harus berjemaah. Timnas Indonesia U-17 sudah luar biasa.” ujarnya.
Comments ( 0 )