Ditemukan Pongamia SP. Sumber Bio-Fuel Produktif dan Menjajikan

Ditemukan Pongamia SP. Sumber Bio-Fuel Produktif dan Menjajikan

KABARINDO. JAKARTA - Setelah pencarian yang lama sumber bahan bakar yang terjangkau dari vegetasi terbarukan pengganti bahan bakar dari fossil yang semakin terbatas, kini ditemukan jenis pohon perdu penghasil kacang-kacangan Pongamia tennata sp. yang sering dikenalkan dengan nama malapari yang potensial bocor minyak.

Setelah mempelajari hasil pemuliaan di Australia yang telah mampu menghasilkan bibit unggul Pongamia sp. tersebut, Indonesia diharapkan akan memulai memproduksinya.

Papua akan memelopori pengembangannya di daerah Mamberamo diikuti daeran-daerah sekitarnya dengan tujuan perolehan sumber minyak terbarukan, kemajuan kesejahteraan, penghijauan lahan kosong dan kemandirian masyarakat lokal.

Yohanis Senggi disertai Robert Susanto, Samuel Yosua Pinatik dan Dr. Transtoto Handadhari menjadi motor penggerak yang berobsesi membangun tanaman Pongamia sp. jutaan hektare.

"Saya yakin dengan proyek malapari ini rakyat akan makmur dan isu kosong kemerdekaan Papua bisa dibuang jauh-jauh. Budaya masyarakat juga akan ditingkatkan serta dimajukan. Papua makmur dan sejahtera", yakin Senggi putra aseli Papua yang beristerikan wanita Klaten/Jawa itu.

Melihat luasnya lahan kosong dan hutan negara yang rusak sampai sekitar 60 juta hektare, meski sudah terus diperbaiki oleh pemerintah KLHK, namun lahan-lahan tak produktif penyebab erosi tanah dan banjir tersebut masih meluas. Bahkan Pulau Jawa sendiri masih kekurangan hutan paling tidak sekitar 50-60 persennya.

Dengan menggunakan jenis unggul Pongamia tennata yang juga sering disebut malapari atau bonyak tersebut penghijauan dengan cepat bisa dilakukan.

Mamberamo Raya, Papua, mengawali memperkenalkan pengembangan tanaman Pongamia itu sebagai tanaman bio-fuel, yg menghasilkan solar, yg sangat menguntungkan dan mudah dikembangkan, disamping produk pangan, keju , glicerin dan lainnya.

Data eksekutif yang mengunggulkannya menurut penelitian kasar Robert Susanto, Yohanis Senggi  dan Samuel Yosua Pinatik mampu mengembalikan modal kerja setiap unit usaha (Payback Period) dalam waktu 9 tahun bahkan lebih cepat, dengan keuntungan sekitar 30-40 persen.

Tanaman dengan bibit unggul dari Australia yg menghasilkan minyak nabati yang melimpah itu mampu lebih berproduksi dibanding tanaman sawit apalagi jarak pagar, dan menghasilkan rendemen minyak sekitar 5 liter solar per 10 kg biji pongamia.

Tanaman tersebut tumbuh di katulistiwa dan bisa tumbuh dimana saja sampai di ketinggian 1.200 m dpl, dan dapat mencapai usia panen sampai umur 100 tahun. Panen mulai umur 3 tahun, dapat dipanen 3 kali setahun.

Dengan harga produksi sekitar Rp5.000-5.500 per liter minyak, bisa dijual dengan harga Rp6.750 per liter atau lebih, mengingat harga solar industri sekitar Rp9.000 per liter saat ini.

Tanaman bahan bakar vegetatif yang penuh oksigen itu dikenal sebagai produk ramah lingkungan, bersih, dan selalu hijau, cocok di wilayah mana saja terutama di wilayah timur seperti daerah Sumba, Flores, NTT, daerah Maluku, Ternate, Papua dan bahkan Jawa dan daerah kritis yang membutuhkannya.

Negara luar yang meminatinya antara lain negara-negara MEE, India, Jepang, China dan lainnya apalagi paska di-remnya produk sawit ekspor, salah satunya oleh Indonesia.

 "Di dalam negeri program penaman vegetatif oil tersebut akan membantu pemerintah mengatasi berkurangnya kebutuhan bahan bakar yang dulu bergantung dari minyak fossil yang tidak terbarukan, membantu menghijaukan tanah2 kritis, kesediaan pangan, kesejahtetaan masyarakat tani, pengembangan lapangan kerja dan transmigrasi nasional", kata Transtoto, disamping banyak keruwetan yang harus dikerjakan dan diluruskan terlebih dulu terkait kepemilikan lahan adat, pembudidayaan SDM dan masyarakat, perubahan adat budaya, pemilihan bibit unggul
dan koresi lainnya. Termasuk pemodal kuat pra-proyek.

"Namun tanaman Pongamia itu punya prospek positif yang menjanjikan", tutup Transtoto penuh semangat setelah sehat dan pulih kembali melawan stroke bersama DR. Terawan dan Tim dari RSPAD Gatot Subroto Jakarta pertengahan Mei 2024 lalu. Foto: Ist