Apa Itu Sindrom Havana? Mengapa Banyak Menyerang Diplomat AS?
KABARINDO, TANGERANG – Misteri di balik Sindrom Havana yang menyerang sejumlah diplomat Amerika Serikat di berbagai negara masih belum terungkap jelas dan menimbulkan berbagai spekulasi.
Sindrom ini menjadi berita yang hangat di Vietnam pada akhir Agustus 2021 karena keberangkatan Wakil Presiden AS Kamala Harris untuk bertemu Presiden Nguyen Xuan Phuc ditunda lebih dari tiga jam setelah tim Harris diberitahu tentang dua kemungkinan kasus sindrom Havana di ibu kota Vietnam.
Setelah pemeriksaan lebih lanjut dan dipastikan tidak ada risiko keamanan, Harris kemudian berbicara di Hanoi sesuai agenda.
Pihak kedutaan dan diplomat negara adikuasa itu sering menggunakan istilah "insiden kesehatan anomali" ketika berbicara tentang sindrom Havana. Tapi apa sebenarnya yang sindrom yang membingungkan tersebut?
(Foto: Kamala Harris tiba terlambat dari jadwal di Hanoi karena laporan adanya Sindrom Havana di sana. -AP)
Bermula di Havana
Sesuai namanya, kasus pertama Sindrom Havana pertama kali dilaporkan pada tahun 2016 oleh lusinan diplomat AS dan Kanada serta anggota keluarga mereka di ibu kota Kuba itu.
Wall Street Journal mengabarkan, mereka yang melapor menderita mual, kantuk, kelelahan, pusing atau sakit kepala dan masalah dengan pendengaran dan penglihatan hingga tidak dapat bekerja. Beberapa dari mereka yang menderita bahkan kemudian kehilangan pendengaran mereka secara permanen.
Sejak insiden di Kuba, gejala serupa telah berulang kali dilaporkan oleh diplomat AS dan pejabat intelijen, termasuk di Rusia, Cina, Austria, Kolombia, dan, yang terbaru, di Berlin, Jerman.
Beberapa dari mereka yang terkena dampak terlibat dengan masalah seperti ekspor gas, keamanan siber dan politik, lanjut laporan Wall Street Journal.
Seorang penderita yang terkena saat di Moskow pada tahun 2017 sedang berbaring di tempat tidur pada malam hari, katanya pada majalah GQ. Karena mualnya, dia awalnya mengira dia keracunan makanan, tetapi kemudian dia merasa sangat pusing sehingga dia terus jatuh saat mencoba ke kamar mandi.
Rasanya "seperti saya akan muntah dan pingsan pada saat yang bersamaan," kata pegawai CIA itu melanjutkan kisahnya ke majalah tersebut.
Ia menambahkan, tidak seperti penderita di Havana tahun 2016, dia tidak mendengar suara bernada tinggi sebelum gejala-gejala tersebut muncul dengan tiba-tiba.
(Infografik gejala Sindrom Havana -AP)
Penyebab yang Misterius
Pada hari Rabu (2/2), Direktur Intelijen Nasional Avril D. Haines dan Direktur Badan Intelijen Pusat (CIA) William J. Bhurns merilis pernyataan bersama yang mengungkapkan, meskipun tanda dan gejala dari insiden kesehatan anomali (AHI) adalah "sungguhan (asli) dan menarik", setidaknya beberapa insiden tidak dapat dijelaskan oleh faktor psikososial saja.
"Beberapa insiden telah mempengaruhi banyak orang di ruang yang sama, dan sampel klinis dari beberapa individu yang terkena telah menunjukkan peningkatan awal biomarker yang menunjukkan cedera seluler pada sistem saraf," pernyataan itu melaporkan.
Laporan tersebut juga menemukan bahwa "energi elektromagnetik berdenyut, khususnya dalam rentang frekuensi radio, secara masuk akal menjelaskan karakteristik utama [sindrom tersebut]", mengusulkan kemungkinan penyebab sindrom Havana.
Dikatakan juga, perangkat semacam itu bisa disembunyikan, bisa menembus dinding, dan bisa melakukan perjalanan jarak jauh.
(Foto: Perangkat Akustik Jarak Jauh digunakan tentara AL Amerika Serikat untuk melawan bajak laut. -DW/US Navy)
Beberapa peneliti lain mengusulkan kemungkinan penggunaan senjata gelombang mikro yang menggunakan radiasi frekuensi tinggi untuk menyasar targetnya. Departemen Pertahanan AS sendiri telah mengembangkan sistem persenjataan yang menggunakan gelombang mikro pada frekuensi 95 gigahertz.
Semakin tinggi frekuensinya, semakin besar kerusakan yang disebabkan oleh radiasi gelombang itu (oven microwave rumah tangga pada umumnya bekerja di frekuensi 2.5 gigahertz).
Suara menusuk di awal timbulnya gejala yang dirasakan banyak penderita juga membuka kemungkinan penggunaan senjata sonik, namun kenyataannya banyak juga penderita yang tidak mendengar apa-apa. Penggunaan Perangkat Akustik Jarak Jauh (LRAD) yang biasa digunakan tentara juga ditepis karena alasan yang sama.
Meskipun penyebab pasti Sindrom Havana belum ditemukan, yang jelas, para ahli di Center for Brain Injury and Repair di University of Pennsylvania dalam penelitian pada tahun 2018, yang diterbitkan di Journal of American Medical Association, menyoroti bahwa gejala yang dirasakan rata-rata penderita hanya mereda sebelum kembali lagi dengan kekuatan yang lebih besar. ***(Sumber dan foto: DW/AP/Reuters/Wall Street Journal)
Comments ( 0 )