Agama: Jalan Ketenangan atau Jalan Ketegangan?
Hasyim Arsal Alhabsi, Direktur Dehills Institute
Agama, dalam esensinya, adalah jalan menuju ketenangan jiwa dan kedamaian hati. Ia hadir untuk mengarahkan manusia kepada hubungan yang harmonis dengan Tuhan, dirinya sendiri, dan sesamanya. Namun, pengalaman beragama tidak selalu membawa ketenangan. Ada agama yang memberi kedamaian dan kebahagiaan, tetapi ada pula yang menimbulkan ketegangan dan konflik, baik secara internal maupun eksternal. Pertanyaannya adalah, bagaimana agama dapat menjadi sumber ketenangan dan kapan ia justru menjadi sumber ketegangan?
Agama yang Menenangkan
Agama yang menenangkan adalah agama yang menghubungkan manusia dengan hakikat kemanusiaannya, Tuhannya, dan lingkungannya secara penuh kasih dan pengertian. Agama seperti ini tidak hanya membangun ritual, tetapi juga memperbaiki relasi spiritual dan moral seseorang. Ketenangan yang dihasilkan berasal dari beberapa hal berikut:
1. Kesadaran Akan Ketergantungan kepada Tuhan
Seorang hamba yang menyadari bahwa segala sesuatu berasal dari Allah SWT akan merasa tenang karena tidak merasa harus mengendalikan segalanya. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
"Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28)
Ketergantungan kepada Allah ini membebaskan manusia dari kecemasan akan hal-hal di luar kendalinya.
2. Kegelisahan yang Membawa Perbaikan
Kegelisahan dalam agama yang menenangkan tidak muncul dari rasa takut yang merusak, melainkan dari keinginan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Seorang mukmin mungkin merasa gelisah karena melihat dirinya belum mampu membantu sesama atau belum sepenuhnya menjalankan perintah Tuhan. Namun, kegelisahan ini justru melahirkan ketenangan karena ia berakar pada empati dan kasih sayang.
3. Keseimbangan Antara Harapan dan Takut
Agama yang menenangkan tidak hanya menekankan ancaman (takut), tetapi juga harapan. Ketakutan yang sehat akan dosa disandingkan dengan harapan akan rahmat Tuhan, menciptakan keseimbangan psikologis yang menenangkan hati.
Agama yang Menegangkan
Sebaliknya, agama dapat menjadi sumber ketegangan ketika ia diterjemahkan melalui dogma-dogma kaku yang melahirkan sikap superioritas atau penilaian yang menyederhanakan kebenaran. Beberapa ciri agama yang menegangkan meliputi:
1. Dogma Kebenaran yang Simplistis
Ketika kebenaran agama disederhanakan menjadi satu versi yang mutlak dan menolak segala perbedaan, agama kehilangan kedalaman spiritualnya. Ini menciptakan ketegangan, baik dalam diri individu maupun dalam hubungan sosial. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an:
"Dan janganlah kamu merasa suci sendiri. Dialah yang paling mengetahui siapa yang bertakwa." (QS. An-Najm: 32)
Keyakinan bahwa diri lebih baik dari orang lain bertentangan dengan prinsip rendah hati yang diajarkan agama.
2. Agama Sebagai Alat Superioritas
Ketegangan muncul ketika agama dijadikan alat untuk merasa lebih baik atau lebih benar dibanding orang lain. Sikap ini menciptakan perpecahan, konflik, dan ketidakharmonisan, baik secara individu maupun kolektif.
3. Ketakutan yang Berlebihan
Agama yang menegangkan sering kali menekankan ancaman dan hukuman, tanpa memberikan ruang untuk kasih sayang dan harapan. Akibatnya, individu hidup dalam kecemasan yang merusak ketenangan jiwa.
Refleksi: Menemukan Agama yang Menenangkan
Jika agama atau keyakinan tidak membuat seseorang tenang dan bahagia, itu bisa jadi disebabkan oleh pemahaman atau praktik yang keliru dalam diri orang tersebut, bukan agama itu sendiri. Agama, jika dipahami dengan benar, seharusnya membawa kedamaian, sebagaimana tujuan awalnya: menenangkan jiwa yang gelisah.
Namun, ketenangan ini tidak berarti absennya kegelisahan. Ada kegelisahan yang konstruktif, seperti keinginan untuk menjadi lebih baik atau empati terhadap penderitaan orang lain. Kegelisahan ini adalah bagian dari dinamika spiritual yang sehat, yang justru membawa ketenangan sejati karena berakar pada niat untuk memperbaiki diri dan membantu sesama.
Sebaliknya, agama yang membuat seseorang merasa lebih baik dari orang lain, atau menciptakan ketegangan melalui dogma kaku dan simplistis, perlu dievaluasi. Mungkin bukan agamanya yang salah, tetapi interpretasi dan cara penerapannya yang telah menyimpang dari tujuan aslinya.
Agama adalah jalan untuk menemukan ketenangan, bukan ketegangan. Ketika agama dipahami dan diamalkan dengan penuh kasih, rendah hati, dan penghargaan terhadap perbedaan, ia akan membawa kedamaian yang mendalam. Sebaliknya, ketika agama dijadikan alat superioritas atau disederhanakan menjadi dogma kaku, ia berpotensi menciptakan ketegangan. Dengan introspeksi mendalam dan pemahaman yang benar, manusia dapat menemukan ketenangan sejati dalam keyakinannya, meskipun dunia di sekitarnya penuh kegelisahan.
Comments ( 0 )