WWF Indonesia; Inisiasi Pengumpulan Data Spatial Di Papua Barat
Jakarta, Kabarindo- Sejak awal melaksanakan kegiatan konservasi di Papua, WWF tidak melakukannya sendiri melainkan bekerja sama secara kolaboratif dengan pemerintah, perguruan tinggi maupun mitra pembangunan lainnya.
Misalnya saja upaya konservasi melalui pelaksanaan pemetaan partisipatif. Sejak tahun 1983 WWF sudah aktif melakukan pemetaan di Papua. Walaupun saat itu pemetaan yang dilakukan sebatas penataan batas untuk usulan kawasan konservasi. Pada awal tahun 90an pemetaan sudah mulai dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat adat.
Pemetaan ini merupakan peta wilayah adat untuk ruang kelola masyarakat. Hingga pada tahun 1998 WWF-Indonesia sudah menyusun sebuah metodologi pemetaan parisipatif yang digunakan secara luas oleh mitra pembangunan lainnya dalam melaksanakan pemetaan wilayah adat. Hingga akhir 2017 sudah sekitar 3,5 Juta Ha kawasan di Papua dan Papua Barat yang telah dipetakan secara partisipatif oleh WWF-Indonesia. Dalam 18 bulan kedepan terdapat tidak kurang dari 32,000 Ha kawasan yang akan dipetakan secara partisipatif di Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat).
Dari perkembangan pemetaan partisipatif tersebut, maka banyak pula data dan peta yang terhimpun. Peta tematik tersebut dalam perkembangannya bukan saja menentukan ruang kelola masyarakat adat melainkan menjadi baseline dokumen penataan ruang yang berkontribusi pada perencanaan tata ruang baik ditingkat kampung hingga tingkat provinsi.
Selain WWF terdapat pula beberapa mitra pembangunan yang konsisten dalam upaya konservasi baik melalui pemetaan hak ulayat adat seperti pemetaan maupun penelitian dan kajian sosial budaya penunjang lainnya. Mitra pembangunan yang berasal dari Civil Society Organization (CSO) tersebut juga telah bekerja di Papua bertahun-tahun dan menghasilkan beberapa peta tematik lainnya.
Secara umum terdapat empat tematik pemetaan partisipatif yang dilakukan baik oleh WWF maupun mitra pembangunan lainnya. Peta-peta tersebut memiliki kegunaan secara khusus. Peta wilayah adat Suku dan Sub Suku, secara sosial dan spasial dapat membantu melihat sebaran sosial kelompok masyarakat adat berdasarkan suku-nya. Kemudian ada peta wilayah adat marga/keret yang merupakan peta kepemilikan hak adat masyarakat, peta ini berbicara tentang kepemilikan tanah dan hutan. Selanjutnya ada peta wilayah kampung/kampung adat. Peta ini menggambarkan batas administrasi suatu kampung. Umumnya peta kampung yang dimaksudkan adalah peta gabungan dan beberapa Wilayah adat marga yang berada didalam kampung tersebut. Terakhir adalah peta tempat penting masyarakat adat. Peta-peta ini mendeskripsikan sebaran tempat penting masyarakat adat, zonasi adat dan sebaran wilayah kelola masyarakat adat didalam wilayah adatnya.
Dokumen, data dan peta-peta tersebut jika dikumpulkan dan diintegrasikan dalam kebijakan tata ruang, maka akan hadir sebuah konsep tata ruang yang informatif dan mengakomodir bukan saja potensi sumber daya alam, melainkan sosial budaya dan kemasyarakatan kedalam perencanaan konsep-konsep pembangunan. Untuk itu pada tanggal 9-11 Agustus 2018 di Manokwari, Kelompok Kerja (Pokja) Perhutanan sosial dan mitra pembangunan di Papua Barat menyelenggarakan diskusi pengembangan basis data spasial peta-peta masyarakat adat dan indikatif di Provinsi Papua Barat. Pada hari terakhir, WWF-Indonesia memfasilitasi pengumpulan data dari mitra pembangunan yang ada termasuk penyusunan SOP atau mekanisme bagi tukar data dan informasi terkait pemetaan partisipatif. Melalui pengumpulan ini akan dibangun satu portal data lengkap dengan protokol sharing data, dan standard minimal informasi spasial peta masyarakat adat yang dapat digunakan pemerintah untuk kerja-kerja terkait proteksi hak dan fasilitasi ruang kelola masyarakat adat dirilis dari artikel Ade Sangadji wwf.or.id.
Comments ( 0 )