Pandemi Covid: Pentingnya Belajar dari Bulgaria
KABARINDO, TANGERANG – Tertatih-tatihnya Bulgaria dalam upaya mereka melawan COVID-19 patut menjadi pengalaman yang berharga bagi Indonesia.
Negara kecil yang terletak di tenggara Eropa dan timur Balkan itu memiliki tingkat vaksinasi kurang dari 29%, terendah di Uni Eropa, dan lebih dari setengah warganya menolak untuk divaksinasi terutama karena khawatir kebebasan mereka tercerabut.
Pengetatan peraturan yang diterapkan pemerintah Bulgaria berupa larangan masuk ke tempat umum tanpa paspor hijau yang membuktikan telah divaksinasi, sudah sembuh dari Covid, atau negatif Covid dari hasil tes terbaru, malah semakin membuat warganya marah dan berbondong-bondong melakukan protes massal.
Artikel terkait: Bulgaria di Ambang Kekalahan Melawan Covid
(Foto: Protes menentang vaksinasi di Sofia, Bulgaria, Januari 2022. -DW)
Di Indonesia
Indonesia pastinya tidak steril dari kelompok warga yang memilih untuk tidak divaksinasi. Terlepas dari alasan masing-masing individu, tidaklah mengherankan apabila ada yang memutuskan demikian akibat informasi menyesatkan yang mereka baca di internet.
(Infografik sebaran hoaks 23-24 Januari 2022 Kominfo RI)
Terkait tingkat vaksinasi, pencapaian nasional kita seolah-olah sudah jauh lebih baik daripada Bulgaria. Apalagi belum lama ini dikabarkan cakupan vaksinasi nasional kita peringkat keempat setelah RRT, India, dan Amerika Serikat. Kenyataannya, persebaran vaksinasi pertama saja masih tidak berimbang, dengan tingkat tertinggi di Jakarta yang mencapai lebih dari 100% telah tervaksinasi, dan kurang dari 22% di Papua menurut laporan di situs resmi Kementerian Kesehatan RI.
Jumlah populasi dan kondisi geografis juga perlu dipertimbangkan. Worldometer mencatat negara terbesar ke-16 di Eropa itu luasnya 110.994 km², dengan jumlah penduduk hanya sekitar 6,8 juta orang. Bandingkan dengan Indonesia yang luas daratannya 1,9 juta km², dengan populasi sebesar 273,5 juta.
Sementara Bulgaria secara umum adalah negara daratan, Indonesia adalah negara kepulauan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pemerintah memberikan vaksinasi ke seluruh penjuru negeri.
(Infografik cakupan vaksinasi di Indonesia. -Kemenkes RI)
Konsistensi Kebijakan
Berbeda dengan kebijakan nol Covid di China yang melakukan gerak cepat menutup kota-kota yang terdeteksi memiliki kasus positif Covid dan melakukan pemusnahan hewan-hewan yang berisiko tertular Covid tanpa ampun, dan kebijakan awal Bulgaria yang mengizinkan warganya untuk tidak memilih vaksinasi, Indonesia memiliki kebijakan New Normal, atau kenormalan kini.
Baca juga: Ribuan Warga HK Antri untuk Adopsi 2000 Hamster yang Akan...
Dengan kebijakan tersebut, diharapkan kegiatan dapat berlangsung normal kembali di tengah eksekusi protokol kesehatan yang baik. Kenyataannya, masyarakat tampaknya semakin banyak yang lengah dan sudah mulai santai menjalani kegiatan di tempat umum tanpa memedulikan kemungkinan terinfeksi Covid, bahkan setelah mendengar kabar makin mengganasnya persebaran Omicron, yang sudah mengambil dua nyawa di negeri ini.
Diperlukan sinergi dan kerja keras antara pemerintah dan masyarakat sendiri untuk terus menekankan pentingnya mematuhi protokol kesehatan dan mendapat vaksinasi lengkap.
Pemerintah juga harus menjaga konsistensi dan kesinambungan kebijakannya. Jangan mencegah warganya ke luar negeri, tetapi membuka gerbang seluas-luasnya untuk warga asing masuk ke negara ini pada waktu yang sama, misalnya, atau kurang koordinasi antar institusi pemerintah sehingga menghasilkan kebijakan peraturan yang tumpang tindih atau berubah-ubah dengan cepat. Hal-hal seperti ini menyebabkan menurunnya kepercayaan masyarakat umum kepada pemerintah, dan semakin meyakini kabar yang tidak benar.
(Infografik pembaruan Covid di Indonesia. -Kominfo RI)
Prof Tjandra Yoga Aditama, mantan Direktur Penyakit Menular WHO Kawasan Asia Tenggara yang juga pakar pulmonologi dan respirasi, menyarankan pentingnya meningkatkan pencegahan penularan Covid-19 dari semua orang yang datang dari luar negeri, dan perlunya pengawasan pasca karantina yang baik oleh petugas.
Dalam keterangan tertulisnya hari Sabtu (22/1), ia juga menekankan, "Imbauan dan aturan tentang WFH misalnya, perlu diikuti dengan implementasi aturan langsung di lapangan. Mungkin baik juga dianalisa tentang pembelajaran tatap muka di sekolah, apakah tetap 100%, atau barangkali dipertimbangkan kalau perlu diturunkan 75% dan lain-lain.”
Situasi di Bulgaria yang makin sulit dikendalikan diharapkan tidak akan terjadi di Indonesia selama pemerintah bersikap tegas dan konsisten dalam membuat dan menjalani kebijakan-kebijakannya.***(Sumber: DW, CNBC Indonesia, dan lain-lain; Foto utama: Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana)
Comments ( 0 )