HSBC Gandeng PSF; Hadirkan Modul FinTech Pertama Di Indonesia
Matraman, Jakarta, Kabarindo– Sejalan dengan dinamika era global termasuk kebutuhan keuangan masyarakat modern yang semakin kompleks, sektor keuangan dan perbankan terus bertransformasi. Guna beradaptasi dengan perubahan konstan tersebut, diperlukan lebih banyak lagi bankir-bankir dengan kompetensi dan spesialisasi khusus di bidang perbankan modern.
Untuk itu, PT. Bank HSBC Indonesia bekerjasama dengan Putera Sampoerna Foundation (PSF) melalui Sampoerna University (SU) kembali mengadakan program edukasi Training for Trainers (ToT) bagi para dosen di bidang keuangan dan perbankan. Sebanyak kurang lebih 60 dosen dari berbagai daerah di Indonesia mendapatkan pelatihan lewat modul financial keuangan yang up to date. Modul ini juga merupakan modul FinTech pertama yang pernah dibuat di Indonesia, yang berfokus pada tiga topik mutakhir di bidang keuangan dan perbankan modern, yaitu microfinance, wealth management dan Financial Technology.
Head of Corporate Sustainability HSBC Indonesia, Nuni Sutyoko, menjelaskan, “Perkembangan ilmu keuangan dan perbankan merupakan salah satu fokus utama HSBC Indonesia, apalagi di tengah transformasi industri yang demikian cepat. Kami melihat perlunya penguatan edukasi bagi pengajar secara strategis, yang merupakan garda terdepan institusi pendidikan tinggi dalam mencetak sumber daya manusia Indonesia.”
Nuni menambahkan, “Lewat modul pelatihan ini, HSBC Indonesia ingin berbagi pengalaman dan kapabilitas kami sebagai praktisi industri, semoga dapat bermanfaat bagi para dosen keuangan dan perbankan untuk mendidik para calon bankir profesional di daerahnya masing-masing. Hal ini merupakan cerminan komitmen HSBC untuk senantiasa mendorong bisnis yang berkesinambungan dengan meningkatkan kualitas masyarakat, di manapun HSBC berada.”
Lebih lanjut, teknologi menjadi salah satu faktor yang tengah menjadi sorotan di dalam dinamika bidang keuangan dan perbankan modern.
Wahyoe Soedarmono, Project Manager Program Kerja Sama HSBC-PSF sekaligus ekonom dari Sampoerna University menjelaskan, “Disrupsi teknologi menghadirkan pemain-pemain baru di sektor keuangan dan perbankan seperti Financial Technology (FinTech). Kondisi ini dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi stabilitas sektor keuangan dan perbankan. Untuk mampu menciptakan iklim industri yang kondusif di tengah disrupsi teknologi tersebut, diperlukan kolaborasi antar pemain industri, termasuk pelaku industri konvensional seperti perbankan dan pelaku industri berbasis teknologi seperti FinTech.”
Berbicara mengenai kolaborasi antar pemain industri, tentunya diperlukan pula lebih banyak lagi bankir yang memiliki kombinasi pengetahuan dan kemampuan di bidang perbankan konvensional dan FinTech. Sayangnya, hingga saat ini jumlah institusi pendidikan setingkat universitas dengan konsentrasi keuangan dan perbankan modern masih terbilang minim.
“Lewat pelatihan berbasis modul yang up to date, kami berharap para dosen tetap mampu beradaptasi dengan perkembangan pesat industri modern, sehingga dapat menciptakan efek multiplier terhadap kemajuan dunia pendidikan keuangan dan perbankan Indonesia,” tambah Wahyoe.
Ajisatria Suleiman, Direktur Kebijakan Publik Asosiasi FinTech Indonesia yang turut hadir dalam ToT ini mengatakan, “Sebagai praktisi industri yang relatif masih baru, kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk perbankan, amat dibutuhkan agar FinTech dapat terus tumbuh. Perbankan memiliki basis data nasabah serta ragam produk keuangan yang luas. Di sisi lain, FinTech dapat menjadi kanal yang mempermudah nasabah dalam mengakses produk-produk keuangan, Kedua keunggulan ini dapat menjadi landasan bagi perusahaan baik konvensional dan rintisan untuk mengembangkan pelayanan terhadap konsumen”, tuturnya.
Hendrikus Passagi, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan FinTech Otoritas Jasa Keuangan yang juga hadir menjadi pembicara dalam pelatihan ini menjelaskan, “Revolusi ekonomi digital dan ekosistemnya termasuk FinTech sedang berlangsung di seluruh dunia sebagai salah satu pondasi dalam memasuki era industri 4.0 yang bercirikan transaksi langsung atau peer to peer. Perkembangan FinTech di Indonesia juga terus mengalami perkembangan yang sangat cepat, dan lembaga pendidikan tinggi, dalam hal ini universitas, diharapkan dapat memainkan peran yang penting dalam mendorong sinergi FinTech dengan berbagai industri dalam suatu ekosistem terbuka, antara lain seperti perbankan. Hal ini menjadi penting untuk meningkatkan kualitas inklusi keuangan dan stabilitas perekonomian melalui berbagai riset dan diseminasi ilmiah hasil riset kepada masyarakat luas,” ujar Hendrikus.
Dr. M. Samsuri, Pelaksana Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah III DKI Jakarta yang juga turut hadir sebagai pembicara dalam ToT menuturkan, “Perkembangan sumber daya manusia menjadi tantangan bagi semua industri, termasuk perbankan. Di sinilah, pendidikan tinggi memainkan peran vital dalam mencetak lulusan-lulusan baru yang memiliki kompetensi tinggi di bidang perbankan modern, sehingga kedepannya akan lebih banyak lagi SDM yang bisa bersaing di era yang berkembang dengan cepat ini,” tutup Samsuri.
Comments ( 0 )