Cara Tepat Memberikan Pendidikan Seks Pada Anak dan Remaja
KABARINDO, JAKARTA - Tahukah Anda bahwa pemberian pendidikan seks pada Anak dimulai sejak bayi? Kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia belakangan ini membuat banyak orangtua khawatir terhadap keamanan anaknya.
Berdasarkan data dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia (PPPA), Bintang Puspayoga, terdapat 14.517 kasus kekerasan terhadap anak dan 45,1% diantaranya merupakan kasus kekerasan seksual.
Mirisnya, banyak kasus yang terjadi pada lingkungan pendidikan, yang seharusnya menjadi tempat mulia untuk menuntut ilmu dan salah satu tempat teraman bagi anak didik. Hal ini membuat GREDU, sebuah perusahaan teknologi pendidikan, merasa perlu adanya peningkatan kesadaran masyarakat mengenai isu kekerasan seksual sehingga dapat bersama-sama mencegah bahkan menghilangkan kasus kekerasan seksual yang ada di Indonesia.
GREDU menggelar rangkaian webinar yang bertema “Pertolongan Pertama Kekerasan Berbasis Gender”. Di webinar Episode 2 yang berjudul “Cara Jitu Anak Tak Jadi Korban atau Pelaku.” pada hari Sabtu, 29 Januari 2022 melanjutkan diskusi dari Episode 1, di mana seluruh peserta dan narasumber sepakat bahwa pemberian pendidikan seks bagi anak sejak dini merupakan salah satu cara untuk dapat mencegah terjadinya kekerasan seksual, baik itu sebagai korban atau pelaku.
Webinar ini mengundang Jovita Maria Ferliana, M.Psi, seorang psikolog anak, remaja dan keluarga dan Dedy Sumardi, S.H., M.M, selaku Kepala HRD di Sekolah Tanah Tingal. Webinar Episode 3 yang berjudul “Tubuhku, Hakku, Tanggung Jawabku” digelar pada hari Jumat, 4 Februari 2022 membahas mengenai pendidikan seks bagi remaja yang dijelaskan secara detail oleh Jovita.
Apakah pendidikan seks adalah sebuah hal tabu?
Di Indonesia, memberikan pendidikan seks kepada anak masih sering dianggap tabu. Berdasarkan survei yang dilakukan GREDU pada Januari lalu, sebanyak 6,2% dari 1.800 responden beranggapan pendidikan seks tidak perlu berikan kepada anak karena tidak pantas dan akan mengerti sendiri saat dewasa.
Menariknya, menurut teori yang dipelajari oleh Jovita, sadar atau tidak sadar, pendidikan seks sudah dimulai ketika bayi baru lahir. Tindakan pemberian sentuhan, dibelai, dipeluk, dan kasih sayang pada bayi merupakan pendidikan seks yang pertama kali dalam kehidupan manusia. Hal tersebut dirasakan bayi melalui kulitnya sehingga bayi merasakan sensasi adanya rabaan yang menyenangkan dari tubuhnya sehingga akan terbentuk penghayatan jika ia dicintai oleh orangtua.
“Pendidikan seks adalah pengetahuan tentang fungsi organ tubuh, perubahan biologis, psikologis, dan psikososial sebagai akibat dari pertumbuhan dan perkembangan manusia. Jadi pendidikan seks tidak melulu tentang hubungan seksual tapi meliputi banyak hal”, jelas Jovita. Pendidikan seks juga termasuk bagaimana manusia memahami tentang bentuk tubuh, cara menjaga kebersihan, hingga mengetahui bagaimana peran-perannya dalam lingkungan.
Peran sekolah dalam pendidikan seks untuk anak didik
Menanggapi banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan, Dedy, selaku kepala HRD di Sekolah Tanah Tingal, menyatakan bahwa setiap sekolah perlu memiliki kebijakan untuk meningkatkan keamanan sekolah.
Tindakan preventif di lingkungan sekolah yang dilakukan diantaranya adalah pemasangan CCTV di lokasi-lokasi yang memungkinkan adanya tindak bullying hingga kekerasan seksual, meningkatkan intensitas patroli yang dilakukan oleh security sekolah, dan pemasangan spanduk larangan anti bullying dan kekerasan. Selain itu, sekolah juga menanamkan nilai-nilai religius kepada anak didik sehingga tidak melakukan hal-hal negatif yang menentang agama dan pengadaan pendidikan seks yang sesuai dengan rentang usia anak didik.
Mengetahui hal ini, Jovita menyetujui bahwa sekolah juga perlu bekerjasama dengan orangtua dalam memberikan pendidikan seks pada anak. Jovita juga mengingatkan bahwa meskipun sekolah telah memberikan pendidikan seks, namun tanggung jawab terbesar tetap berada di orangtua dan tidak bisa menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah.
Dedy menambahkan, bahwa tidak hanya untuk peserta didik namun pendidikan seks juga perlu diberikan kepada seluruh warga sekolah, hingga orangtua. Biasanya dilakukan saat pengambilan rapor, sekolah mengadakan sosialisasi atau webinar untuk orangtua, sehingga ada sinergitas antara pengajaran guru di sekolah dan orangtua yang ada di rumah. Dengan begitu, akan tercipta kerjasama yang baik dari seluruh warga sekolah sehingga lingkungan yang aman di mana seluruh warga sekolah dapat menjadi pencegah kekerasan seksual dan pelindung bagi anak.
Pendidikan seks yang tepat bagi anak
Sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan seks pada anak, orangtua perlu mengetahui cara yang tepat karena pendidikan seks harus disesuaikan dengan rentang usia dan perkembangan anak. Berikut adalah pendidikan seks yang sesuai dengan rentang umur sang anak.
- Bayi (0-2 tahun)
Pendidikan seks di usia ini dimulai dengan memberikan perasaan aman dan kasih sayang kepada anak. Setelah anak bisa berbicara, anak diajarkan untuk membedakan jenis kelamin dan mengenal anggota tubuhnya dengan nama yang sesuai dengan sains.
- 3 - 5 tahun
Pada usia ini, orangtua mulai mengajarkan bagaimana anak menerima dan memberikan kasih sayang kepada keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Setelah itu, orangtua bisa mengenalkan identitas gender, mengajari cara menjaga diri dengan mengenalkan private parts dan membedakan good touch atau bad touch serta mendorong anak untuk melapor kepada orang dewasa jika ada yang mencoba menyentuh private part mereka.
- Pra-remaja (9 - 14 tahun)
Masa pra-remaja merupakan masa perubahan paling besar dalam diri seorang individu karena merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Di fase ini, orangtua perlu mengajarkan anak pada segala perubahan yang terjadi saat pubertas. Ada 4 perubahan yang terjadi yaitu perubahan fisik, kognitif, emosi dan sosial. Perubahan fisik merupakan perubahan yang paling terlihat jelas pada seseorang. Pada laki-laki, beberapa perubahan yang terjadi adalah perubahan suara, munculnya jakun, dan mengalami mimpi basah. Pada perempuan, terjadi perubahan pada bentuk tubuh, terutama pada dada dan pinggul serta mengalami menstruasi.
- Remaja (15 - 18 tahun)
Di usia ini, orangtua dapat mengajarkan anak untuk mulai bertanggung jawab seksual, menghormati tubuh sendiri dan menghormati orang lain. Penjelasan bisa dimulai dari adanya ketertarikan dengan lawan jenis, masa pacaran dan batasan-batasannya serta tentang hubungan seksual. Belajar untuk membangun personal boundaries (batasan diri) juga perlu diberikan sehingga anak bisa terhindar dari pengaruh sosial yang buruk.
Jovita juga menambahkan bahwa pendidikan seks bisa dibuat sesantai mungkin, tidak perlu menyediakan waktu khusus untuk anak. Orangtua dapat menyelipkan pendidikan seks dalam kegiatan sehari-hari atau saat mengobrol santai. Dengan ini, akan tercipta suasana yang nyaman bagi sang anak untuk bisa bercerita secara terbuka kepada orangtuanya.
Hal ini disetujui oleh Dedy. Sebagai seorang ayah dengan tiga anak perempuan, Dedy selalu menyempatkan waktu khusus untuk mendengar cerita dari anak-anaknya mengenai kegiatan sehari-hari, tak lupa menyisipkan berbagai pesan kepada anaknya. Waktu khusus ini diakui dapat mendekatkan orangtua dan anak sehingga jika ada masalah apapun, anak dapat terbuka dengan orangtuanya.
Jika orangtua merasa kesulitan menjawab pertanyaan anak, jangan ragu untuk mencari sumber lain yang terpercaya untuk memberikan informasi yang akurat, seperti ke anggota keluarga lainnya, buku, hingga dokter spesialis dan psikolog anak. Sehingga bukan menjadi beban, pendidikan seks malah bisa dijadikan salah satu kegiatan menyenangkan untuk belajar bersama yang dapat mempererat hubungan keluarga.
Comments ( 0 )