Calon Pemimpin Perempuan Punya Hak Dipilih, Diharapkan Perbaiki Kesejahteraan Perempuan

Calon Pemimpin Perempuan Punya Hak Dipilih, Diharapkan Perbaiki Kesejahteraan Perempuan

Calon Pemimpin Perempuan Punya Hak Dipilih, Diharapkan Perbaiki Kesejahteraan Perempuan

Perempuan jangan alergi politik

Surabaya, Kabarindo- Calon pemimpin perempuan memiliki hak untuk dipilih sebagaimana calon pemimpin laki-laki. Jika calon pemimpin perempuan terpilih, diharapkan dapat memperbaiki kondisi dan meningkatkan kesejahteraan kaum Perempuan.

Hal ini dilontarkan oleh Nurul Amalia, Komisioner KPU Jatim tahun 2019-2024, yang menjadi narasumber dalam sosialisasi dan pendidikan pemilih pada Kamis (21/11/2024).

Kegiatan tersebut diadakan oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Timur (KPU Jatim) bersama Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Jawa Timur, yang mengusung tema Pentingnya Pemilih Perempuan Menggunakan Hak Suara dalam Pilkada Serentak 2024.

Sosialisasi tersebut menyasar para perempuan yang tergabung dalam berbagai organisasi di Kota Surabaya dan sekitarnya. Kegiatan ini diikuti oleh para peserta dari berbagai organisasi perempuan, di antaranya FJPI, Forum Puspa Gayatri Jawa Timur, Aliansi Jurnalis Sidoarjo (AJS), aktivis perempuan serta penggiat komunitas perempuan.

Selain Nurul, narasumber lainnya adalah Siska Prestiwati Wibisono selaku praktisi komunikasi. Nurul mengangkat topik Menjadi Pemilih yang Berdaya, sementara Siska mengusung topik Perempuan dalam Pilkada.

Nurul mengatakan, ada suara-suara yang mengimbau masyarakat untuk tidak memilih calon pemimpin perempuan, karena dikhawatirkan tidak atau kurang capable. Padahal setiap calon, laki-laki ataupun perempuan, berhak untuk dipilih.

“Calon pemimpin laki-laki ataupun perempuan itu setara. Masing-masing tentu memiliki visi dan misi untuk memajukan dan menyejahterakan masyarakat. Jadi jangan terpengaruh suara-suara itu. Pilihlah calon pemimpin yang dapat mewujudkan harapan kita nanti,” ujarnya.

Siska menyoroti keterlibatan perempuan dalam politik masih rendah, begitu pula keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Ia menyebutkan, jumlah perempuan yang menjadi anggota DPR kurang dari 20%. Hal ini tampaknya karena ada asumsi pada sebagian besar perempuan bahwa politik itu “kotor”. Padahal dengan besarnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif maupun di pemerintahan, diharapkan dapat memperbaiki kondisi kaum perempuan di Indonesia.

“Perempuan tak perlu alergi dengan politik. Sebaliknya perlu aktif dalam politik, karena hasil kebijakan pemerintah akan dirasakan oleh masyarakat, termasuk kaum perempuan,” ujarnya.

Nurul maupun Siska mendorong kaum perempuan untuk mencoblos dalam Pilkada serentak pada 27 November nanti, karena partisipasi mereka ikut menentukan arah pemerintah daerah dalam 5 tahun ke depan.

“Partisipasi pemilih perenpuan sangat penting dalam memilih calon pemimpin yang nantinya akan menentukan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah. Maka gunakan hak suara kita untuk memilih calon pemimpin sesuai hati nurani kita,” ujar Siska.