Airborne Infection Defense Platform Perkuat Kesiap-siagaan Pandemi dan Pertahanan terhadap Penyakit Menular Melalui Udara

Airborne Infection Defense Platform Perkuat Kesiap-siagaan Pandemi dan Pertahanan terhadap Penyakit Menular Melalui Udara

Airborne Infection Defense Platform Perkuat Kesiap-siagaan Pandemi dan Pertahanan terhadap Penyakit Menular Melalui Udara

Diluncurkan pada ASEAN Health Ministers Meeting ke-16

Surabaya, Kabarindo- Airborne Infection Defense Platform (AIDP) diluncurkan di Vientiane, Laos, pada 9 Agustus 2024 dengan tujuan memperkuat penanganan tuberkulosis (TBC) di ASEAN, meningkatkan sistem kesehatan dan kesiapan melawan pandemi, guna mengatasi masalah infeksi pernafasan yang ditularkan melalui udara.

AIDP didukung oleh United States Agency for International Development (USAID) dan diimplementasikan oleh Stop TB Partnership Geneva dan Stop TB Partnership Indonesia (STPI), sebuah lembaga non-profit yang berfokus pada upaya eliminasi TBC. Platform ini juga telah disetujui oleh negara anggota ASEAN.

Lebih dari 2.4 juta orang di seluruh ASEAN diestimasikan terkena TBC, berdasarkan Global TB Report 2024. Lima negara ASEAN (Indonesia, Myanmar, Filipina, Thailand dan Vietnam) masuk ke dalam daftar negara dengan beban TBC tertinggi di dunia versi World Health Organization (WHO).

Untuk konteks Indonesia, negara ini memiliki beban TBC tertinggi kedua di dunia. Menurut Laporan Global Tuberkulosis WHO (2023), Indonesia menyumbang 10% dari kasus TBC global pada 2022 dan termasuk salah satu dari lima negara ASEAN dengan beban TBC tertinggi. Pada 2022, diestimasikan lebih dari 1 juta orang di Indonesia terkena TBC dengan angka kasus sebesar 385 per 100.000 penduduk, dan ada 134.000 kematian, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah kematian tertinggi kedua di dunia setelah India akibat TBC.

Pandemi Covid-19 memperburuk situasi yang mengakibatkan penurunan pendanaan TBC di Indonesia sekitar 8,7% antara 2019 dan 2020. Dampak lainnya dari hal ini adalah dapat memperluas kesenjangan pembiayaan TBC, sehingga perlu meningkatkan upaya dalam menanggulangi TBC di tengah tantangan.

Bayu Teja Muliawan, Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, mengatakan selama tahun pertama pandemi, pihaknya menghadapi tantangan yang signifikan dalam penanggulangan TBC di mana pelaporan kasus TBC menurun. Namun hal ini mulai pulih pada tahun kedua pandemi, bahkan tingkat pelaporan pada 2022 mencapai 70% dan 80% pada 2023. Capaian ini menjadi yang tertinggi dalam sejarah Indonesia.

Menurut Bayu, keberhasilan Indonesia untuk bangkit setelah pandemi adalah berkat monitoring yang intens setiap minggu dari Menteri Kesehatan. Kunci lain dari penanggulangan TBC adalah kemampuan dalam bekerja sama dengan para pemangku kepentingan multisektor dan donor, termasuk kementerian, entitas sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil.

“Kami juga mencari kolaborasi di seluruh ASEAN, untuk terus bekerja bersama dan memastikan bahwa kami dapat lebih kuat sebagai satu komunitas Asia,” ujarnya dalam rilis yang diterima pada Minggu (11/8/2024).

Untuk memperkuat kolaborasi dalam melawan penyakit menular melalui udara, AIDP akan bekerja sama dengan negara-negara ASEAN dan organisasi-organisasi global guna menyusun kebijakan dan metodologi, serta bertukar pengetahuan, fasilitas, teknologi dan SDM guna meningkatkan kapasitas melawan TBC dan memperkuat kesiap-siagaan terhadap pandemi.

Menurut Prof. Tjandra Yoga Aditama MD, Senior Advisor Stop TB Partnership Indonesia & Project Lead Airborne Infection Defense Platform (AIDP), tingginya angka kematian akibat pandemi Covid-19 menunjukkan dunia belum siap untuk memerangi penyakit yang menular melalui udara. Selain menelan banyak nyawa, Covid-19 juga berdampak serius pada program pencegahan, akses dan pengobatan TBC.

“Situasi TBC di ASEAN sangat memprihatinkan. Banyak negara di kawasan ini masih menghadapi tantangan besar dalam mengendalikan dan menangani TBC. Hal ini menunjukkan pentingnya kerja sama dengan ASEAN guna memperkuat sistem penanggulangan TBC untuk meningkatkan kapasitas melawan TBC dan memperkuat kesiap-siagaan terhadap pandemi.” ujarnya.

AIDP akan berfokus pada penguatan respon TBC di setiap negara ASEAN, termasuk di tingkat komunitas dan pelayanan primer. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan infrastruktur layanan kesehatan untuk meningkatkan deteksi, pengobatan dan pencegahan. Upaya ini juga mencakup pemanfaatan platform teknologi yang semakin berkembang sejak pandemi Covid-19, termasuk X-ray digital portabel yang memungkinkan pelaksanaan tes TBC di daerah tanpa berpergian ke rumah sakit atau klinik, teknologi diagnostik molekuler cepat dan alat pengawasan berbasis real-time. Berbagai langkah kesiap-siagaan TBC ini akan bermanfaat dalam menghadapi pandemi di masa depan, yang kemungkinan besar adalah penyakit menular melalui udara.

Dr. Suvanand Sahu, Deputi Eksekutif Direktur Stop TB Partnership, mengatakan fase pertama dari projek ini akan dimulai dengan pengumpulan data oleh AIDP di 10 negara ASEAN. Ini akan memberikan gambaran pada kapasitas yang dimiliki oleh setiap negara dalam menanggulangi TBC dan pandemi serta membantu dalam merekomendasikan tindakan untuk mencapai kesiap-siagaan melawan pandemi yang lebih baik. Selanjutnya, fase kedua akan berupa dukungan kepada komunitas dan pelayanan kesehatan primer serta inisiatif-inisiatif untuk memperkuat kapasitas penanggulangan TBC di seluruh ASEAN, agar dapat menangani airborne respiratory infections atau pandemi.

Ketua Dewan Stop TB Partnership, Dr. Teodoro Herbosa, menambahkan satu hal yang kita pelajari dari selama masa pandemi adalah bahwa sistem yang kuat dalam menanggulangi TBC menjadi aset yang signifikan dalam menangani penyakit yang menular melalui udara.

“Berinvestasi untuk mengatasi TBC merupakan investasi untuk mengatasi semua infeksi yang ditularkan melalui udara,” ujarnya.

TBC diketahui memiliki tingkat kematian yang tinggi mendekati 15%, sedangkan Covid-19 memiliki persentase 3.5%. Penelitian oleh Hogan dkk. (2020) menunjukkan bahwa pencegahan dan pengobatan TBC berpengaruh secara signifikan selama pandemi Covid-19, di mana temuan kasus TBC menurun, penularannya dalam rumah tangga meningkat, tingkat vaksinasi BCG menurun serta akses terhadap obat dan tes TBC turut menurun.

Foto: istimewa