Sanggar Lidi Surabaya Pentaskan “Grafito” di Panggung Balai Pemuda, Kisahkan Romansa Beda Agama

Sanggar Lidi Surabaya Pentaskan “Grafito” di Panggung Balai Pemuda, Kisahkan Romansa Beda Agama

Sanggar Lidi Surabaya Pentaskan “Grafito” di Panggung Balai Pemuda, Kisahkan Romansa Beda Agama

Surabaya, Kabarindo- Sanggar Lidi Surabaya menggelar acara Dharma Seni Untuk Negeri VI berupa pementasan teater "Grafito" di panggung Balai Pemuda Surabaya pada Selasa (12/11/2024) malam.

Pertunjukan tersebut mementaskan naskah "Grafito" karya maestro teater Surabaya, Akhudiat, pada 1972. Grafito disutradarai oleh Totenk MT Rusmawan, sekaligus mengadaptasi naskah yang disesuaikan dengan karakter Sanggar Lidi Surabaya. Pementasan ini didukung oleh Bupala dengan Ndimas Narko sebagai penata musik.

Pementasan tersebut melibatkan 22 pemain dewasa dan 6 pemain anak dari berbagai kota dengan beragam latar belakang dan profesi. Mereka berasal dari Surabaya. Sidoarjo, Gresik hingga Mojokerto, mulai mahasiswa, guru, karyawan hingga seniman. Uniknya, banyak dari para pemain ini yang menjadikan Grafito sebagai debut mereka dalam dunia teater, yang memberikan energi dan perspektif baru pada lakon tersebut.

Agcy yang memerankan Ayesha menuturkan latihan yang mereka jalani serius dan butuh kerja sama yang kuat, karena para pemain memiliki beragam latar belakang dan profesi.

Robby yang memerankan Limbo menambahkan, pementasan tersebut juga membutuhkan solidaritas yang tinggi dari semua pemain maupun kru.

“Saya mengapresiasi semuanya dalam mewujudkan pertunjukan ini, Saya berusaha tampil sebaik mungkin, menyesuaikan karakter dengan Ayesha,” ujarnya.

Ditulis dalam satu babak dengan dua puluh adegan, Grafito mengisahkan romansa Limbo dan Ayesha, sepasang kekasih yang berbeda agama. Limbo beragama Katolik, sedangkan Ayesha gadis muslim. Mereka berjuang mempertahankan hubungan, meskipun terhalang oleh konflik. Cinta mereka menghadapi tantangan besar yang menguji komitmen, prinsip serta pandangan keluarga dan masyarakat maupun pemuka kedua agama.

“Saya berkonsultasi dengan kyai dan pastur untuk meminta pandangan mereka dalam mewujudkan pementasan ini,” tutur Totenk.

Grafito menghadirkan karakter-karakter yang memancarkan kekuatan budaya dan religi Jawa, seperti kyai, pastur serta tokoh simbolis Dewi Ratih, Kamajaya dan pawang, yang menggambarkan cinta dan keharmonisan dalam menghadapi perbedaan. Dengan penggunaan gaya bahasa yang penuh personifikasi, repetisi, hingga satire, Grafito membalut tema perkawinan beda agama dengan dialog yang penuh makna, menyentuh sekaligus kritis.

Penonton dibawa memasuki perjalanan emosional Limbo dan Ayesha yang berusaha bersatu di tengah banyak tantangan dan hambatan. Munculnya tokoh Kamajaya dan Dewi Ratih, simbol cinta dalam budaya Jawa, menambah dimensi spiritual yang mengajak kita merenungkan makna cinta yang melampaui batas agama. Cerita ini tidak hanya tentang cinta yang diuji oleh perbedaan, tetapi juga tentang penerimaan dan dialog antar keyakinan yang lebih besar.