PDI Perjuangan Dorong Pembentukan Komite Independen Awasi Pemilu 2024

PDI Perjuangan Dorong Pembentukan Komite Independen Awasi Pemilu 2024

KABARINDO, JAKARTA - PDI Perjuangan mendorong pembentukan Komite Independen untuk mengawasi jalannya pelaksanaan Pemilu 2024.


Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menanggapi temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait peningkatan transaksi mencurigakan selama masa kampanye Pemilu 2024.

“Ya bagian dari instrumen demokrasi ada fairness, akuntabilitas, dan juga dalam menggunakan sumber daya," ujar Hasto di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Jumat.

"Maka kami meminta bantuan pada kelompok-kelompok pro-demokrasi, sebagaimana almarhum Bapak Nurcholish Madjid yang saat itu mendirikan KIPP atau Komite Independen Pemantau Pemilu untuk ikut menjadi wasit yang baik antar-partai politik, antar-calon,” sambungnya.

Dia pun menyinggung bahwa saat ini ada partai politik yang secara tiba-tiba bisa memasang baliho di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, Hasto memperkirakan jumlah baliho yang terpasang itu lebih banyak dibanding jumlah pengurusnya.

"Ini harus ada yang menghitung, berapa, apakah partai-partai itu melaporkan? Berapa biaya pemasangan baliho, berapa jumlah baliho yang dipasang?,” kata Hasto.

Menurut Hasto, sikap tersebut dapat menjaga pertarungan demokrasi yang adil dan berkualitas. Dari situ, maka diperlukan adanya pembentukan komite independen.

Selain itu, pembentukan komite independen merupakan upaya demi menjaga tidak terjadinya transaksi mencurigakan dalam pendanaan berbagai pihak di Pemilu 2024.

Sebelumnya, Kamis (14/12), Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyebutkan laporan transaksi yang diduga berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang dalam kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 meningkat 100 persen di semester II 2023.

“Kita lihat transaksi terkait dengan Pemilu masif sekali laporannya ke PPATK. Kenaikan lebih dari 100 persen. Di transaksi keuangan tunai, transaksi keuangan mencurigakan, ini kita dalami,” kata Ivan setelah menghadiri "Diseminasi: Securing Hasil Tindak Pidana Lintas Batas Negara" di Jakarta.

Menurutnya, PPATK menemukan bahwa beberapa kegiatan kampanye dilakukan tanpa pergerakan transaksi dalam Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK).

Ia tidak menyebut nama calon legislatif atau partai yang diduga menggunakan dana dari hasil tindak pidana untuk kampanye, tapi PPATK sudah melaporkan dugaan ini kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Tindak pidana yang hasilnya diduga digunakan untuk mendanai Pemilu terdiri dari berbagai tindak pidana, salah satunya pertambangan ilegal, dengan nilai transaksi mencapai triliunan rupiah.

Ivan mengatakan pihaknya akan terus mengawasi transaksi yang berkaitan dengan Pemilu.

Adapun berdasarkan data 2022, Pada 2022, sepanjang periode 2016 sampai 2021, PPATK telah membuat 297 hasil analisis yang melibatkan 1.315 entitas yang diduga melakukan tindak pidana dengan nilai mencapai Rp38 triliun.

PPATK juga membuat 11 hasil pemeriksaan yang melibatkan 24 entitas dengan nilai potensi transaksi yang berkaitan dengan tindak pidana mencapai Rp221 triliun.