Musisi Indonesia Bersatu dalam sonic/panic Vol. 2, Angkat Isu Krisis Iklim Lewat Musik
Musisi Indonesia Bersatu dalam sonic/panic Vol. 2, Angkat Isu Krisis Iklim Lewat Musik
Bagikan bibit pohon
Ubud, Kabarindo- Setelah sukses meluncurkan album kompilasi sonic/panic tahun lalu dengan melibatkan 13 musisi lintas genre, inisiatif IKLIM (The Indonesian Climate Communications, Arts, and Music Lab) kembali menghadirkan sonic/panic Vol. 2.
Album sonic/panic Vol. 2 dapat dinikmati di berbagai platform streaming digital. Album kompilasi ini menggabungkan suara dari 15 musisi dari berbagai wilayah Indonesia, yang menyuarakan urgensi krisis iklim serta mengajak pendengar untuk beraksi demi menjaga bumi.
Cholil Mahmud dari Efek Rumah Kaca menekankan pentingnya lokakarya yang diadakan oleh IKLIM pada Juli lalu sebagai bagian dari proses album ini. “Sebelum mengerjakan album, kami mengikuti workshop pendalaman materi. Ini yang membedakan sonic/panic Vol.2 dari kompilasi-kompilasi serupa yang pernah kami ikuti. Workshop ini memberikan kesempatan bagi musisi yang belum terlalu memahami isu, tapi sudah sadar pentingnya untuk belajar lebih dalam. Juga bagi mereka yang sudah paham, untuk memperbarui informasi serta memperkuat pemahaman mereka,” paparnya..
I Gede Robi Supriyanto, salah satu inisiator inisiatif IKLIM, menegaskan kekuatan musik sebagai medium perubahan. "Musik itu powerful. Untuk membuat perubahan, kita harus menyentuh hati orang, dan seni adalah media yang paling efektif untuk itu. Isu lingkungan penting untuk dibicarakan. Jika kita sebagai masyarakat tidak berbicara, pemerintah tidak akan mendengarkan dan tidak akan mengangkat isu ini dalam kebijakan public,” ujarnya.
Bagi musisi yang terlibat, sonic/panic Vol. 2 bukan sekadar proses berkarya, namun juga sebuah perjalanan memahami dampak nyata perubahan iklim. Salah satunya Bob Gloriaus, vokalis LAS!, band rock alternatif asal Pontianak, yang berbagi pengalaman menyentuh tentang perjalanannya ke daerah terpencil di Kalimantan Barat bersama Trend Asia, salah satu mitra pendukung IKLIM Fest. Di sana, ia menyaksikan langsung dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan tambang terhadap lingkungan setempat.
"Kami menyaksikan bagaimana hutan adat yang menjadi sumber kehidupan masyarakat tradisional hancur karena proyek energi yang seharusnya ramah lingkungan. Ini memberi kami refleksi mendalam dan menginspirasi lagu yang kami ciptakan untuk album ini," tuturnya.
Kolaborasi ini juga memupuk rasa tanggung jawab bersama. "Bergerak sendirian sering terasa seperti tanpa harapan. Tapi bergerak bersama, kita bisa mencapai lebih banyak. Dalam menjaga bumi, kita harus melangkah Bersama,” ujar Asteriska.
Selain musisi, IKLIM juga melibatkan seniman dalam menyuarakan harapan dan keresahan terhadap krisis iklim. Hasil karya mereka dipamerkan dalam pameran Titik Kritis di Biji World, Ubud. Salah satu karya, dari Maghfiro Izzani Mauliana Ikwan, mengeksplorasi ketahanan pangan, mengangkat isu perubahan lahan kebun menjadi pabrik dan ironi di balik kebijakan impor beras yang dipengaruhi perubahan iklim.
Camat Ubud, I Dewa Gde Pariyatna, mengapresiasi digelarnya IKLIM Fest dan menegaskan bahwa isu iklim harus terus diangkat, sehingga rekomendasi kebijakan dapat disusun. Krisis iklim bukan lagi sekadar isu global, namun kenyataan yang harus dihadapi setiap negara, termasuk Indonesia. Dampaknya terasa dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari frekuensi bencana alam yang meningkat hingga kerusakan ekosistem.
Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), suhu rata-rata di Indonesia meningkat sebesar 0,03°C per tahun dalam beberapa dekade terakhir, yang mengakibatkan dampak serius bagi ekosistem dan masyarakat.
Melalui sonic/panic Vol. 2, IKLIM menggunakan musik sebagai medium untuk menggerakkan kesadaran terhadap krisis iklim, mengajak masyarakat untuk bertindak dan mengedukasi industri musik untuk mengadopsi praktik ramah lingkungan. Para musisi yang terlibat yakin bahwa musik memiliki kekuatan untuk menjangkau berbagai kalangan dan memotivasi aksi nyata dalam memerangi krisis iklim.
Dirilis oleh Alarm Records, label rekaman ramah lingkungan pertama di Indonesia, sonic/panic Vol. 2 menghadirkan 15 lagu dari musisi yang peduli terhadap isu perubahan iklim, yaitu Efek Rumah Kaca, Petra Sihombing, Voice of Baceprot, Asteriska, Matter Mos, Bsar, Daniel Rumbekwan, Bachoxs, Down For Life, Jangar, LAS!, Poker Mustache, Rhosy Snap, The Vondallz dan Wake Up Iris!. Mereka dari berbagai kota yaitu Jakarta, Bandung, Solo, Madiun, Malang, Denpasar, Pontianak, Makassar hingga Fakfak.
Sebagai bagian dari peluncuran, IKLIM mengajak publik untuk ikut serta mewujudkan praktik industri musik yang lebih ramah lingkungan dan mengadopsi langkah-langkah praktis untuk keberlanjutan bumi dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam upaya mengimbangi jejak karbon (carbon offsetting) dari acara ini sekaligus meningkatkan kontribusi terhadap pelestarian lingkungan, IKLIM Fest membagikan bibit pohon kepada para penonton. Bibit ini diharapkan dapat ditanam di rumah masing-masing sebagai bentuk partisipasi aktif dalam menjaga keberlanjutan lingkungan.
Foto: istimewa
Comments ( 0 )