Kemendag Akui Adanya Panic Buying Minyak Goreng, Peritel Jamin Stok Aman

Kemendag Akui Adanya Panic Buying Minyak Goreng, Peritel Jamin Stok Aman

KABARINDO, JAKARTAKementerian Perdagangan (Kemendag) mengakui adanya panic buying atau panik beli setelah pemerintah menetapkan satu harga untuk minyak goreng yakni Rp14.000/liter.

“Dari laporan di masyarakat tersebut memang ada serbuan pembelian di beberapa minimarket dalam dua hari ini karena panic buying,” ungkap Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kemendag Isy Karim dikutip dari CNNIndonesia.com, Jumat (21/1).

Menurutnya serbuan masyarakat yang memborong minyak goreng ini tidak sebanding dengan stok yang ada di minimarket. Ia pun akan selalu melakukan koordinasi dengan produsen dan juga distribusi minyak goreng untuk segera memenuhi pasokan di minimarket.

Kemendag juga berupaya untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak ada lagi panic buying dan memastikan stok minyak goreng cukup.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) juga sependapat dengan kemendag bahwa telah terjadi panic buying. Hal ini diduga yang mengakibatkan stok di banyak gerai modern habis.

Namun, pihak Aprindo berani menjamin bahwa stok minyak goreng akan tersedia hingga enam bulan ke depan.

“Yak arena kan terjadi rush pembelian minyak goreng yang luar biasa, karena masyarakat sudah rindu terhadap minyak goreng murah. Kalau pembeliannya normal itu tidak akan pernah kosong tapi kalau pembeliannya jadi rush, maka kosong dan stok sudah dikirim oleh pemasok,” kata Ketua Aprindo Roy Mandey dikutip dari CNNIndonesia.com, Jumat (21/2).

Roy juga menjalaskan minyak goreng saat ini masih dalam proses pengiriman baik melalui laut, darat, dan sisanya masih dalam tahap produksi.

“Kita sekarang ada beberapa yang kosong itu bukan karena kosong habis tapi sudah diproses, sudah diproduksi oleh produsen dan sedang dalam perjalanan pengiriman,” tutur Roy.

Tercatat stok yang tersedia dari pemasok sebanyak 250 juta liter setiap bulannya, atau setara dengan 1,5 miliar selama enam bulan. Ritel hanya membutuhkan 10 persen dari jumlah tersebut setiap bulannya. Sedangkan sisanya, akan didistribusikan ke pasar tradisional serta operasi pasar lainnya.

“Jadi mesti dikathui ya, minyak in ikan bukan seperti air sungai yang langsung dimasukkan kemasan terus dijual. Minyak itu kan ada proses produksi, kemudian ada proses pengiriman. Jadi kalau barang habis bukan minyaknya habis,” imbuh Roy.

Pihak Aprindo pun menegaskan jika pihaknya bergantung pada pemasok untuk menyediakan suplai minyak goreng di berbagai cabang ritel maupun di pasar.

“Strategi kita Cuma meminta pemasok, karena kan peritel kita tidak punya produksi. Tapi in ikan kita enggak pernah produksi peritel, jadi kita sangat bergantung pada para distributor, para produsen itu,” tandasnya.

Sumber: CNNIndonesia.com

Foto: Thonkstockphotos, Freepik user3802032