Ada Ikhtiar Menggolkan Seseorang, Hamid: Untuk Eleminasi Kecurangan Pemilu, Publik harus Serius Mengawasinya!
KABARINDO, JAKARTA - Ada Ikhtiar Menggolkan Seseorang, Hamid: Untuk Eleminasi Kecurangan Pemilu, Publik harus Serius Mengawasinya!
KABARINDO, JAKARTA - Dalam waktu 2 bulan lagi bangsa Indonesia akan menggelar hajatan Akbar pemilihan umum yang tepat akan digelar pada 14 Februari 2024.
Suasana menjelang Pemilu 2024 pun semakin hangat, rakyat Indonesia pun selalu menyambut optimisime yang tinggi pelaksanaan Pemilu.
Kali ini, Hamid Awaludin dalam Hamid on Talk yang ditayangkan di Visualtv.live kembali memberikan opininya seputar pemilu.
Sejak reformasi, Hamid mengawali ceritanya, sudah menyelenggarakan pemilu, dan setiap pemilu hendak dilaksanakan selalu disambut antusiasme, kepercayaan dan optimisme yang tinggi.
Mengapa setelah pemilu era reformasi ini, memasuki pemilu yang ke-5 banyak yang mengiringinya dengan pesimisme. Bahkan banyak yang tidak percaya bahwa pemilu akan berlangsung baik dan jujur.
Apa yang dimaksud pemilu dan pemilu itu penting?
Hamid memaparkan, Pemilu itu adalah instrumen mengabsahkan secara moral dan konstitusional siapa yang akan menjadi pemimpin.
"Jadi jika prosesnya tidak bagus, maka akan terjadi deligimasimoral dan konstitusional terhadap pemimpin yang dipilih ke depan," paparnya.
Apa ukurannya untuk pemilu yang baik? Hamid kembali bertanya. Kita selalu mengatakan bahwa pemilu itu harus LUBER yaitu Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia. Tapi itu mekanisme, teknis penyelenggaraan pemilu, prinsip pokok pemilu itu ada 2, Jujur dan Adil (Jurdil). Kata jujur itu ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dalam pemilu seperti penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu dan Dewan Kehormatan), kemudian peserta pemilu partai politik, individu calon DPD dan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres), lalu pemilih yaitu rakyat yang berusia 17 tahun ke atas dan terdaftar.
'Jadi kata jujur itu ditujukan kepada semua pihak termasuk pemerintah," tegas Hamid lagi.
Lalu kata adil, lanjut Hamid, ditujukan kepada 2 yakni penyelenggara pemilu dan pemerintah. Karena dua ini yang memilik kewenangan kekuasaan yang menentukan apakah pemilu itu akan berlangsung baik atau tidak.
Apa ukurannya pemilu yang baik, ada slogan pemilu yang baik ukurannya adalah predictabel prosedur dan unprodictable result. Prosudenya itu jelas, dan bisa diprediksi tentang kepastiannya, aturan mainnya jelas dan dilaksanakan, sementara hasilnya tidak bisa kura prediksi, karena itu tergantung kehendak pemegang kedaulatan yang bernama rakyat sebagai pemilih.
Kenapa masyarakat mengiringi pemilu kali ini tidak dengan optimisime tinggi, selalu ada keraguan. Sederhan saja, pertama karena ada gelagat bahwa pemilu ini hanya sebagai alat pengabsah untuk menggolkan orang tertentu atau calon tertentu.
"Itu yang membuat orang ragu, katakan mas Gibran untuk dicalonkan saja melalui mekanisme patgulipat di Mahkamah Konstitusi. Nah jika pencalonan mas Gibran melalui patgulipat saja ya tentu saja akan dilakukan upaya atau ikhtiar mendesakkan agar dia sukses memenangi pemilu. Pencalonannya saja didesakkan tentu ingin digolkan juga menjadi terpilih menjadi Cawapres," terangnya.
Kedua, memang ada gejala di mana orang mulai ragu misalnya mobilisasi orang dari desa, membuat pernyataan, kepala desa didorong.
"Persis dua setengah tahun yang lalu para kepala desa dimobilisir ke Jakarta mendukung Jokowi 3 Periode jadi presiden di tengah jalan kan gagal. Nah jangan-jangan model ini dipakai lagi untuk menggolkan mas Gibran sebagai wakil presiden, mobilisasi aparat misalnya, ini sudah mulai bisik berbisik ada pertemuan para Kapolda dan Kapolres. Orang mulai ragu dan curiga bahwa ini ada ikhtiar mobilisasi memenangkan seseorang, meskipun belum ada OTT, tapi gejala itu orang yakini bahwa ini isyarat jelas ke arah sana," tambah Hamid.
Dan ketiga keraguan orang itu karena adanya fakta yang menunjukan sejumlah partai politik mengubah haluan untuk mendukung Gibran yang jauh sebelumnya nama ini belum ada.
Dan pada kesimpulannya adalah bahwa kemungkinan besar memang ada pemaksaan sama seperti praktek-praktek pemilu di masa lalu hanya untuk memenangkan partai tertentu.
"Kali ini karena pemilu digabung antara pemilu legislatif dan presiden, orang semakin curiga bahwa pemilu ini hanya menggolkan orang tertentu dalam pencalonan presiden dan wakil presiden. Perlu kita sikapi secara serius agar penyelenggaraan pemilu tidak ternodai dengan ikhtiar memenangkan orang tertentu, harus kritis. Mulai dari TPS harus dihitung baik-baik berapa jumlah pemilihan terdaftar dan berapa yang menggunakan hak pilihnya, kedua perhitungannya jumlah TPS di Indonesia itu 840.000, ketiga jumlah pemilih itu 204 juta, semua itu harus diawasi. Semua pihak publik harus mengawasinya, hanya dengan cara itu kecurangan bisa kita eleminasi dan meminimalisasi," pungkas Hamid. Foto: Tangkapan Latar Visialtv.live
Comments ( 0 )