Laju Industri Pipa Dalam Negeri, Perkuat TKDN Topang Kemajuan Ekonomi Nasional

Laju Industri Pipa Dalam Negeri, Perkuat TKDN Topang Kemajuan Ekonomi Nasional
Laju Industri Pipa Dalam Negeri, Perkuat TKDN Topang Kemajuan Ekonomi Nasional

MAUFAKTUR : Industri manufaktur di Batam menegaskan komitmennya untuk meningkatkan TKDN dan menerapkan green manufacturing. (FOTO/Kabarindo)

 

 

Suara besi beradu nyaring terdengar di pabrik PT. Rainbow Tubulars Manufacture (RTM) di kawasan Latrade Industrial Park, Blok G5-G7 Tanjung Uncang, Batam. Pabrik yang mempekerjakan 350 karyawan itu memproduksi pipa untuk kebutuhan industri migas. Selain memenuhi kebutuhan domestik, RTM juga mengekspor produknya ke mancanegara.

Puluhan karyawan tampak serius memindahkan lempengan-lempengan besi yang akan diolah menjadi pipa. Suhu panas ratusan derajat celcius tak membuat semagat para pekerja kendor. "Kami sudah terbiasa dengan suhu panas. Yang terpenting harus disiplin mengikuti standard keselamatan, karena safety adalah yang utama,"ujar Pengawas Keselamatan RTM Yelki Argha kepada Kabarindo.com di Batam, belum lama ini.

Yelki pun selalu mengingatkan para pekerja untuk selalu mematuhi peraturan. Tak hanya peraturan internal perusahaan, tetapi juga peraturan dari pemerintah. “Keselamatan, semangat kerja, adalah dua hal yang penting,”imbuhnya.

Pria berusia 29 tahun asal Pariaman, Sumatera Barat itu sudah tiga tahun bekerja di RTM sebagai karyawan kontrak. "Saya sudah bekerja di banyak tempat, di pabrik, termasuk di Jawa,"katanya. Keringat bercucuran saat Yelki mengumumkan agar para pekerja tak lengah dalam bekerja dan terus mematuhi standard keselamatan kerja agar mencapai zero accident.

Pipa-pipa yang diproduksi harus memenuhi standard nasional indonesia (SNI). Juga harus memenuhi standard konsumen yakni industri migas nasional maupun global. Karenanya, RTM tak main-main dalam menjaga kualitas dan mutu produknya. Beragam regulasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dipatuhi dan dilaksanakan dengan komitmen yang kuat.

Yelki pun merasa tenang melakoni pekerjaannya yang berisiko lantaran harus berjibaku dengan besi-besi panas. Hal itu lantaran Yelki sudah mengikuti serangkaian pelatihan. Begitupula para pekerja di divisi produksi. 

Sedangkan Presiden Direktur RTM Srie Martina dengan wajah serius menegaskan, pabrik yang dipimpinnya berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan industri migas nasional. Dengan memproduksi produk yang berkualitas sesuai standard, dia pun yakin dengan kolaborasi dengan para pemangku kepentingan, RTM mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.  

Komitmen RTM itu diwujudkan dengan membangunan pabrik baru seluas 50.793 m2. Nantinya, pabrik baru itu mampu menggenjot kapasitas produksi seamless pipes/OCTG tubing hingga dua kali lipat. Sehingga kapasitas produksi melonjak dari sebelumnya 30.000 ton/ tahun menjadi 60.000 ton/ tahun.  

Peningkatan kapasitas produksi ini dilakukan untuk mendiversifikasi produk industrial pipe dan memperluas pangsa pasar di dalam maupun pasar ekspor. Pabrik baru itu akan beroperasi pada tahun 2025.

Saat ini, Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) pipa yang diproduksi sudah melebihi 40%. Sri Martini menambahkan, dengan memggeliatnya industri penunjang migas domestik, diharapkan impor bisa dikurangi. “Impor berkurang, industri menggeliat, ekonomi bertumbuh,”harapnya. 

SKK Migas sebagai salah satu user dalam pemanfaatan pipa, terus mendorong kolaborasi para stakeholder di sektor hulu migas dengan industri manufaktur dalam rangka meningkatkan produksi minyak dan gas (migas) nasional. "Kolaborasi dengan indhstri penunjang dan seluruh stakeholder sangat penting,"tegas Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D. Suryodipuro kepada Kabarindo. 

Sedangkan Direktur Komersial dan Bisnis RTM Barkeilona menegaskan, perusahaannya terus menggelorakan semangat penggunaan produk dalam negeri. Tak hanya itu, kandungan TKDN pun akan ditingkatkan bertahap. Hal itu untuk mendorong bertumbuhnya industri penunjang di dalam negeri.

“Dengan bertumbuh bersama tentu sektor industri akan menjadi salah satu motor penggerak ekonomi bangsa,”tegasnya. RTM lanjut dia, menerapkan kaidah industri hijau dalam manufaktur, atau green manufacturing. Penerapan green manufacturing dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. 

RTM mengelola limbah secara efektif dan konsisten mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Selain itu, efisiensi energi dengan menggunakan teknologi yang modern dan rendah emisi juga dilakukan. Dalam hal mendukung aktivitas produksi, praktik Reduce, Reuse, Recycle diterapkan. RTM mengelola air dengan baik, termasuk menghemat air, memanfaatkan kembali air limbah, dan mencegah pencemaran air Penerapan industri hijau tentunya bisa memberikan manfaat bagi industri. Seperti meningkatkan keuntungan, mengurangi biaya operasi, dan menghemat energi. Selain itu, penerapan industri hijau juga dapat membantu industri untuk berdaya saing di kancah global. Pabrik RFTM juga mengadopsi penggunaan teknologi informasi. Selain untuk mencapai efisiensi, penggunaan teknologi informasi akan membantu mempercepat proses produksi dari hulu hingga hilir.

Pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian terus mengakselerasi penerapan kebijakan industri hijau. Langkah ini sebagai bentuk komitmen untuk menuju dekarbonisasi dan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor industri. Selain itu, juga untuk mengikuti perkembangan tren dunia yang sudah mengarah kepada produk hijau dan implementasi praktik ekonomi berkelanjutan. “Konsep industri hijau ini adalah efisiensi penggunaan sumber daya secara berkelanjutan dalam proses produksi, untuk menjaga kelestarian lingkungan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat,” kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi dalam keterangannya di Jakarta belum lama ini.

 

Andi menjelaskan, industri hijau dapat diterapkan mulai dari peningkatan efisiensi sumber daya, penciptaan produk hijau dengan bahan baku ramah linkgungan, pemanfaatan energi bersih, penurunan emisi dan pengendalian limbah B3, penggunaan standar berkelanjutan, serta penerapan ekonomi sirkular. “Selain itu, audit industri hijau juga berperan penting dalam upaya transformasi sektor manufaktur untuk menuju ekonomi berkelanjutan. Sertifikasi dan audit tersebut bertujuan untuk menilai kesesuaian industri terhadap Standar Industri Hijau (SIH), yang dirancang untuk mengurangi emisi GRK dan meningkatkan efisiensi sumber daya,” ungkapnya.

Kementerian Perindustrian juga bertekad terus mengakselerasi transformasi digital di sekror manufaktur, seiring dengan perkembangan era industri 4.0. Sebab, pemanfaatan teknologi modern diyakini dapat meningkatkan produktivitas industri manufaktur nasional agar bisa lebih berdaya saing global.

“Untuk mencapai sasaran tersebut, Kemenperin telah membangun Pusat Industri Digital Indonesia (PIDI 4.0). Upaya ini sebagai salah satu wujud impelementasi program pada roadmap Making Indonesia 4.0,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (8/12).

Pada tahun ini, PIDI 4.0 telah menyelenggarakan berbagai agenda, antara lain melakukan pengembangan ekosistem 4.0 yang melibatkan sebanyak 2.390 orang dalam 31 kegiatan. PIDI 4.0 juga telah melakukan pendampingan bagi enam perusahaan industri dalam menerapkan industri 4.0 di perusahaan masing-masing. “Di tahun 2024, PIDI 4.0 juga telah melatih 1.694 SDM industri dengan 63 pelatihan di bidang industri 4.0 seperti internet of things, robotik, mekatronika, cybersecurity, dan lain-lain," ujar Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI), Masrokhan pada Evaluasi Program dan Kegiatan PIDI 4.0 di Bogor, beberapa waktu lalu.

Pelatihan yang dilaksanakan tersebut adalah Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK), yang memberikan pelatihan, praktik langsung, hingga uji kompetensi kepada para peserta, untuk memastikan kemampuan yang didapatkan setelah pelatihan.

Kementerian Perindustrian juga terus mendorong generasi muda untuk menggali minat dan potensinya dalam rangka menyiapkan masa depan. Salah satu kegiatan yang dilakukan Kemenperin mengajak generasi muda untuk mengikuti factory tour ke PT Nestle Indonesia - unit Kejayan, Pasuruan, Jawa Timur untuk memperoleh insight mengenai sektor manufaktur serta wacana mengenai pilihan bagi masa depan mereka.

Pada kunjungan ini, mahasiswa Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Politeknik Negeri Malang, Universitas Airlangga, UPN Veteran Jawa Timur, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Ciputra, Universitas Yos Sudarso, dan Komunitas Tunas Hijau meninjau langsung proses pengemasan produk di pabrik PT Nestle yang dikenal sebagai salah satu pabrik susu dengan fasilitas manufaktur modern dan berkelanjutan di Indonesia.

“Saya kira kesempatan yang baik bagi adik-adik mengikuti kegiatan ini. Salah satunya penting untuk berpikir dan belajar cara berpikir untuk problem solving. Dengan kemampuan ini, nantinya akan banyak kesempatan untuk menjadi wirausaha,” ujar Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza ketika hadir bersama para mahasiswa dan generasi muda ke pabrik PT. Nestle.

Industri makanan dan minuman (mamin) di Indonesia memiliki peluang pertumbuhan yang sangat besar. Dengan disokong sumber daya alam yang melimpah dan tren kesehatan yang terjadi di kalangan masyarakat, sektor industri mamin, khususnya industri susu, terus mengalami peningkatan permintaan domestik.

Dalam kunjungan tersebut, Wamenperin juga menyampaikan apresiasinya kepada PT Nestle yang telah melakukan kemitraan dalam pemenuhan bahan baku sejak tahun 1975 sampai sekarang. Setiap tahunnya, Nestle melakukan pembelian bahan baku susu segar senilai Rp1,8 triliun (USD 120 juta) per tahun dari 26.000 peternak dan pembelian biji kopi senilai Rp1,2 triliun (USD 80 juta) dari 11.000 petani kopi di Lampung.

"PT Nestle tidak hanya memberikan kontribusi pada perekonomian melalui penciptaan lapangan kerja, tetapi juga menunjukkan komitmen dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dan inovasi di sektor industri," ujarnya.

Sebagai salah satu upaya untuk menurunkan impor bahan baku susu yang saat ini mencapai 80 persen dari total kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu nasional, Faisol berharap PT Nestle tetap berkomitmen untuk terus berkolaborasi dan melakukan inovasi dalam mengembangkan program kemitraannya dengan peternak sapi perah, sehingga dapat meningkatkan produktivitas peternak untuk memproduksi susu segar sebagai bahan baku industri.