Ketika Sebuah Panggung Baru Dibangun untuk Masa Depan Musik Indonesia

Ketika Sebuah Panggung Baru Dibangun untuk Masa Depan Musik Indonesia

Fasad Deheng House - ruang lima lantai yang dirancang untuk menumbuhkan ekosistem musik dan seni Indonesia.
Kredit foto: Odi  DH

Oleh: Z A Zen
Pemerhati Seni dan Ekosistem Kreatif

Seminggu telah berlalu sejak Sabtu malam 22 November 2025 Deheng House resmi membuka pintunya. Namun gema peristiwa itu masih terasa seperti nada yang enggan berakhir-mengapung di antara harapan dan ruang dengarnya.

Di tengah denyut Kemang yang mencari kembali keseimbangannya pascapandemi, hadir sebuah ruang yang mempertemukan bunyi dengan martabat manusia, kreativitas dengan kesempatan, perayaan rasa dengan masa depan peradaban.

Deheng House bukan semata bangunan megah yang berdiri di pusat kota. Ia adalah pernyataan strategis bahwa seni Indonesia harus memiliki rumah yang layak bagi masa depannya.

Menjelang pukul 19.30, MC membuka acara dan makan malam pun dimulai. Musik dinamis Safri Duo - Played A Live - dalam versi yang lembut memecah kecanggungan dan menyatukan kehadiran.

Tepat pukul 20.15, video perjalanan dari DeHills di Gunung Salak hingga tegaknya Deheng House diputar, menandai awal sebuah babak baru perjalanan seni Indonesia.

Penandatanganan Prasasti

Penandatanganan prasasti oleh Menko Pemberdayaan Masyarakat RI Muhaimin Iskandar didampingi Lexi M. Budiman, Amelia Maelowa, dan Wakil Ketua MPR RI Rusdi Kirana. Kredit foto: Dion Momongan

 

 

 

Momen ini adalah isyarat bahwa negara kembali menempatkan seni sebagai kekuatan strategis bangsa. Seni bukan ornamen hiburan - tetapi energi yang menghidupkan martabat peradaban.

Lexi M. Budiman, penggagas Deheng House, menyampaikan dengan jernih: 

“Seni adalah energi yang menghidupkan bangsa. Deheng House adalah rumah bagi para musisi dan seniman: ruang di mana kreativitas bertemu peluang.”

 

Perayaan Bunyi dan Martabat Musisi

Para penampil lintas generasi dari jazz, pop, dan orkestra menyambung energi panggung dalam kemanusiaan musik.
Kredit foto: Dion Momongan

 

Rio Sidik, Mia Ismi, Eka Deli, Dirly, Dave, Dian Mayasari, di iringi DeFortuna Band, serta Andre Hehanussa hadir menyatukan gelombang generasi.

Kolaborasi sarat empati antara Dwiki Dharmawan dan Iskandar Widjaja menjadi puncak emosional malam itu - menandai keyakinan bahwa musik Indonesia berada di jalur peradaban besar.

MC Hendra Sinadia dan Ade Andrini memandu acara dengan ritme tutur bersahabat yang memuliakan karya dan para pelaku seni.

Para Tokoh di Round Table

Para pemimpin budaya, pelaku seni, dan para penggerak ekonomi kreatif, menyaksikan panggung yang memantulkan wajah Indonesia hari ini. Semoga percakapan malam itu melahirkan kolaborasi besar untuk memperkuat ekosistem musik dan membangun peradaban Indonesia yang kian bermatabat.. Kredit foto: Dion Momongan

 

Kebersamaan yang Menyuburkan Ide

Fryda Luciana dan Prof Stella Christie juga hadir. Kebersamaan pemangku kebijakan dan pelaku seni yang saling menguatkan optimisme menuju masa emas kebudayaan Indonesia. Kredit foto: Dion Momongan

 

Dynasty Palace - Kuliner sebagai Narasi Peradaban

Hidangan diracik seperti puisi; rasa yang memuliakan tradisi kuliner sebagai bagian dari peradaban.
Kredit foto: Dion Momongan

 

Di lantai pertama, cita rasa bekerja sebagai sejarah kecil yang dapat disantap.

Di sini, kuliner bukan sekadar pengisi siang malam - melainkan bahasa budaya yang mempertemukan tamu dalam keakraban asal-usul.

Kofi & Ti - Ruang Akustik yang Menghangatkan

Musik turun dari panggung dan duduk bersama hadirin - mendekatkan jarak antara bunyi dan dada manusia.
Kofi & Ti menyediakan sudut inspiratif bagi musisi, penulis, pemikir, dan siapa saja yang ingin memelihara keberanian untuk terus bermimpi.
Kredit foto: Dion Momongan

 

deJAZZ Room - Ruang Kebebasan Bunyi

Improvisasi dan jujur adalah napas ruang ini; musik dirawat bukan demi tepuk tangan, melainkan demi merawat kejujuran ekspresi.
Ekosistem seni tumbuh dari ruang yang memungkinkan percobaan dan perjumpaan batin.
Kredit foto: Dion Momongan

 

Lantai Keempat dan Kelima

DeConcert Room menjaga martabat akustik dan menjadi pusat gelombang perayaan malam itu - tempat bunyi dirayakan dengan hormat.

Di lantai kelima, para musisi mendapatkan jeda untuk kembali menjadi manusia biasa yang bersyukur atas anugerah talenta - mungkin sambil menatap bintang yang turut mendengarkan.

 

Seni sebagai Infrastruktur Masa Depan 

Kemang pernah melemah denyutnya pascapandemi.

Deheng House hadir bukan hanya menyemarakkan kembali kehidupan malamnya, melainkan menegakkan infrastruktur budaya yang memperkuat seluruh rantai nilai musik Indonesia - mulai dari pembinaan talenta, ruang kreasi, hingga tempat perjumpaan antara komunitas musik dan para pemangku kepentingan ekonomi.

Deheng House adalah ajakan untuk menjadikan seni sebagai arus utama pembangunan bangsa. Karena ketika seni tumbuh - martabat manusia ikut meningkat. Dan dari kesadaran inilah perjalanan seni Indonesia kini membutuhkan ruang seperti Deheng House untuk melanjutkan langkah dengan kepala tegak.

Peresmian ini baru pendahuluan. Yang sejatinya diuji dari Deheng House bukan sorot cahaya malam pembukaan melainkan kualitas karya yang terus lahir bagi bangsa dan dunia.

Semoga ruang ini menjadi titik tolak perjalanan panjang musik Indonesia—yang membuat dunia menoleh bukan karena kejutan tetapi karena mutu.
 

Dan dalam perjalanan itu kita semua tersadarkan bahwa ketika seni diberi ruang untuk bernapas ia mampu menghidupkan martabat manusia dan meninggikan nama Indonesia.