Filmnya Dihujat, Sia Masuk Program Rehabilitasi Lagi
KABARINDO, LOS ANGELES – Penyanyi dan pencipta lagu Sia mengatakan dia memasuki program rehabilitasi lagi setelah kambuh keinginan bunuh dirinya akibat reaksi keras terhadap filmnya 'Music.'
Penyanyi berusia 46 tahun itu secara singkat berbicara tentang perjuangan mentalnya di profil New York Times untuk sahabatnya Kathy Griffin, seorang aktris dan komedian.
“Saya pernah ingin bunuh diri, kemudian [keinginan itu] kambuh, jadi saya pergi ke rehabilitasi,” kata Sia tentang saat-saat setelah rilis film tersebut di tahun 2021.
“Dia menyelamatkan hidupku,” katanya tentang temannya yang komedian itu. Menurutnya, Griffin telah membantu pemulihannya.
(Foto: Kathy Griffin, kiri, dan Sia -NYDaily)
Di masa lalu, Sia pernah berterus terang tentang masalah penyalahgunaan zat terlarangnya. Pada tahun 2018, dia merayakan delapan tahun kesadarannya dengan mentwit, "Delapan tahun tidak mabuk hari ini. Aku mencintaimu, teruskanlah. Kamu bisa melakukannya."
Lima tahun sebelum itu, ia juga terbuka pada majalah Billboard tentang kecanduannya pada Vicodin dan Oxycodone karena stres tidak kunjung bisa mewujudkan impiannya menulis lagu untuk bintang pop terkenal.
Ia juga mengatakan, “Saya sadar saya ini peminum juga waktu itu, tetapi saya tidak tahu bahwa saya sudah menjadi seorang pecandu alkohol. Saya benar-benar tidak bahagia menjadi seorang seniman saat itu dan saya semakin sakit.”
Terlalu Banyak Kritikan
Kekambuhan penyanyi lagu hit “Unstoppable” dan “Chandelier” itu dipicu oleh banyaknya reaksi keras terhadap film besutan perdananya Music (2021). Sia menyutradarai sekaligus ikut memproduksi dan menulis film itu.
Fokus cerita Music ada pada seorang gadis muda dengan spektrum autisme nonverbal, yang diperankan oleh bintang muda yang telah lama menjadi sumber inspirasinya, Maddie Ziegler.
Keputusan memilih Ziegler yang bukan autis menimbulkan protes dan kritikan keras dari kelompok hak disabilitas. Tak luput dari kritikan mereka adalah penggambaran orang autis dalam film tersebut yang dianggap tidak akurat.
Di antara kritikan yang keras itu adalah, “Jika film Anda adalah tentang inklusi, tetapi Anda tidak membuat set film yang benar-benar inklusif, artinya Anda benar-benar meremehkan tujuan film Anda,” komentar Chloe Hayden di akun Twitter Sia.
Sia awalnya membela pilihannya dengan mengatakan bahwa dia telah mencoba untuk bekerja dengan aktor autis nonverbal, tetapi mereka "mendapati [akting] itu tidak menyenangkan dan membuat stres" karena peran yang begitu menuntut, termasuk keharusan menampilkan urutan tarian yang rumit yang harus dilakukan karakter tersebut.
(Foto: Maddie Ziegler, kiri, dan Sia. -ET)
Ketika satu orang mentwit, “Beberapa aktor autis, termasuk saya sendiri, … telah menyampaikan bahwa kami semua bisa terlibat [berakting] di dalam film itu dalam waktu yang singkat. Alasan-alasan itu, ya hanya itu — alasan. Faktanya adalah tidak ada upaya sama sekali untuk memasukkan siapa pun yang sebenarnya autis.”
Sia dengan cepat menjawab, “Mungkin Anda hanya aktor yang buruk.”
Tidak bersedianya ia menerima masukan semakin menambah marah khalayak ramai dan menyebabkan anjloknya jumlah peminat film itu.
(Poster resmi)
Rolling Stone menyebut film itu “sesat” dan “kesalahan yang besar”; USA Today mencelanya “tidak masuk akal dan bikin meringis”; dan beberapa laman tinjauan film memberi bintang 1 serta menganggapnya “tidak sensitif”.
Belakangan, dalam sebuah wawancara dengan The Sydney Morning Herald, Sia mengakui bahwa dia "mengacau" dengan balasan-balasan twitnya. "Melihat ke belakang, saya seharusnya diam saja; saya tahu itu sekarang," katanya.
Ia juga menyesal telah memaksa Maddie untuk berperan di film itu, meskipun Maddie telah menyatakan kekhawatirannya akan menyinggung orang-orang dengan autisme.***(Sumber dan foto: ET, Buzzfeed, Indiewire)
Comments ( 0 )