"Berantas Korupsi Sembari Korupsi": Koalisi Sipil Kirim Surat Terbuka dan Buku ke Presiden

"Berantas Korupsi Sembari Korupsi": Koalisi Sipil Kirim Surat Terbuka dan Buku ke Presiden

KABARINDO, JAKARTA — Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi yang terdiri dari Indonesia Police Watch (IPW), Komite Solidaritas Sosial Transformatif (KSST), Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), dan Perekat Nusantara menyambangi Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/5), untuk menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto. Bersama surat tersebut, mereka menyerahkan sebuah buku berjudul "Berantas Korupsi Sembari Korupsi", yang memuat hasil kajian mendalam atas dugaan praktik korupsi triliunan rupiah di tubuh Subholding PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI).

Dalam surat terbuka itu, koalisi mendesak Presiden untuk memerintahkan audit investigatif dengan memanfaatkan sistem digital pengelolaan batubara terintegrasi guna membongkar dugaan manipulasi kualitas dan harga batubara yang dipasok ke PLN EPI. “Selama bertahun-tahun, PLN EPI menerima pasokan batubara berkualitas rendah, hanya 3.000 GAR, jauh di bawah spesifikasi boiler PLTU yang membutuhkan batubara 4.400–4.800 GAR,” ujar Ronald Lobloby, Koordinator Koalisi.

Ronald mengungkapkan, dari kebutuhan 161,2 juta metrik ton batubara pada 2023, manipulasi tersebut berpotensi merugikan negara hingga Rp15 triliun per tahun. Perusahaan-perusahaan seperti PT Oktasan Baruna Persada, PT Rizky Anugrah Pratama, dan PT Buana Rizky Armia disebut sebagai pemasok utama batubara berkualitas rendah tersebut, dengan indikasi adanya perlindungan dari pejabat tinggi penegak hukum.

Menurut Ronald, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah diduga bertindak sebagai "intimidator" untuk mengamankan kepentingan perusahaan-perusahaan tersebut. Total kerugian negara yang ditimbulkan oleh tiga perusahaan itu hingga 2025 diperkirakan mencapai Rp5 triliun, belum termasuk biaya tambahan perbaikan infrastruktur pembangkit akibat penurunan kualitas batubara.

Koalisi menyatakan tetap mendukung komitmen Presiden Prabowo dalam pemberantasan korupsi, namun menekankan bahwa keberhasilan agenda tersebut akan sulit tercapai jika di tubuh penegakan hukum sendiri terjadi praktik korupsi yang disamarkan sebagai penegakan hukum. “Fenomena ini kami sebut sebagai **‘Berantas Korupsi Sembari Korupsi’,” jelas Ronald.

Tuduhan Maladministrasi di Kasus Minyak Mentah

Lebih lanjut, koalisi menyoroti penanganan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023. Kejaksaan Agung mengklaim kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun, namun lima komponen kerugian yang disebutkan justru tidak relevan dengan peran para tersangka.

“Sampai hari ini, tidak satu pun dari 79 KKKS diperiksa, padahal merekalah yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban,” kata Ronald. Nama-nama broker minyak seperti Boy Tohir, Febri Prasetiadi Suparta, dan lainnya disebut telah beroperasi selama lebih dari satu dekade namun tak tersentuh proses hukum.

Dugaan Obstruction of Justice di Kasus Zarof Ricar

Koalisi juga menyinggung penanganan perkara korupsi yang melibatkan Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung, yang dituding menerima suap dari Sugar Group Company. Empat fakta janggal diungkap:

  1. Tidak ada penggeledahan terhadap rumah dan kantor pihak penyuap meskipun Zarof mengaku menerima suap Rp70 miliar.
  2. Temuan uang tunai Rp915 miliar dan 51 kg emas tidak ditindaklanjuti secara logis. Jampidsus menyatakan penyidik tidak perlu memeriksa pihak yang disebutkan tersangka.
  3. Pasal dakwaan hanya gratifikasi, bukan suap, yang tidak sejalan dengan posisi Zarof sebagai pejabat yudikatif.
  4. Ketidaksesuaian nilai sitaan, dari pengakuan anak terdakwa, Ronny Bara Pratama, menyebut jumlah uang sebenarnya sebesar Rp1,2 triliun. Sisa Rp285 miliar tak jelas keberadaannya.

Koalisi juga mempertanyakan tidak digunakannya barang bukti elektronik seperti handphone dan laptop milik Zarof dan keluarganya dalam persidangan, meski ditemukan saat penggeledahan.

Seruan untuk Tindakan Tegas

Koalisi meminta agar Presiden dan Jaksa Agung segera mengevaluasi kinerja Jampidsus Febrie Adriansyah dan mengusut dugaan maladministrasi serta penyalahgunaan kewenangan secara transparan dan menyeluruh.

“Kami mendukung upaya bersih-bersih korupsi. Tapi jangan sampai penegakan hukum hanya jadi alat sensasi, sementara praktik korupsi tetap berlangsung di belakang layar,” tutup Ronald.