Menkeu Sri Mulyani Klarifikasi Ucapannya Terkait Penyederhanaan NPWP dan NIK, Jangan Salah Tafsir
KABARINDO, JAKARTA - Belakangan ini viral kabar terkait wacana penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk menggantikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Hangatnya topi tersebut dimulai dari pernyataan Sri Mulyani dalam sosialisasi UU HPP, Selasa (15/12/2021)."Jadi NIK itu unik dan terus dipakai sejak lahir sampai meninggal. Tidak perlu setiap urusan nanti, KTP nomornya lain, paspor lain, pajak lain, bea cukai lain. Pusing lah jadi penduduk Indonesia itu," bukanya.
"Jadi paling tidak untuk urusan perpajakan itu kita gunakan NIK identik dengan NPWP. Pada saat Anda memiliki kemampuan bayar pajak, enggak perlu minta NPWP lagi," ucap Sri Mulyani.
Akibat ucapannya tersebut, banyak yang menafsirkan dan memberitakan bahwa NIK dan NPWP nantinya akan dilebur menjadi satu.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meluruskan pemberitaan yang menyebut setiap pemilik NIK merupakan Wajib Pajak (WP). Ia menegaskan tafsir seperti itu sebagai sesuatu yang salah dan menyesatkan.
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Perkirakan Defisit APBN 2021 Lebih Rendah dari Target 5,7 Persen
Baca Juga: Sri Mulyani: APBN Jangan Sampai Jadi Sumber Masalah Usai Tangani COVID-19
“NIK menggantikan NPWP adalah untuk penyederhanaan dan juga untuk konsistensi,” jelas Menkeu dalam Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) di Bandung, Jumat (17/12).
Demi kesederhanaan administrasi dan kepentingan nasional, dilakukan integrasi basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan sehingga mempermudah WP orang pribadi melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan.
Penggunaan NIK sebagai NPWP tidak serta merta menyebabkan orang pribadi membayar pajak. Pembayaran pajak dilakukan apabila penghasilan dalam setahun di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau apabila orang pribadi merupakan pengusaha yang menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 23/2018 (pembayaran pajak dilakukan jika peredaran bruto diatas Rp500 juta setahun).
“Kalau Anda nggak punya pendapatan, Anda nggak bayar pajak. Kalau Anda tidak punya kemampuan, Anda dibantu negara,” ungkap Menkeu.
Menkeu mencontohkan adanya bantuan pemerintah kepada 10 juta keluarga miskin di Indonesia yang justru menerima program keluarga harapan, santunan beasiswa, bantuan bagi ibu hamil dan lansia, serta sembako. Mereka dapat dipastikan tidak membayar pajak karena mereka adalah keluarga tidak mampu, meski memiliki NIK.
“Jadi NIK menjadi NPWP tidak serta merta menyebabkan yang punya NIK harus WP. Mereka harus memiliki kemampuan ekonomi untuk bisa membayar pajak,” pungkas Menkeu.
Sumber: Kemenkeu
Foto: Kemenkeu
Comments ( 0 )