Masukan untuk Kebijakan Kenaikan PPN Menjadi 12%
Oleh: Hasyim Arsal Alhabsi, Direktur Dehills Institute
KABARINDO, JAKARTA - Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang direncanakan berlaku pada 1 Januari 2025 telah memunculkan reaksi yang luas di masyarakat. Kebijakan ini, meskipun telah menjadi bagian dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), membutuhkan evaluasi yang matang dalam pelaksanaannya. Berikut adalah masukan bagi pemerintah terkait kebijakan ini, agar tetap sejalan dengan tujuan pembangunan tanpa membebani masyarakat secara berlebihan.
1. Konteks Ekonomi Makro dan Daya Beli Masyarakat
Kenaikan PPN hingga 12% akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa yang dikenakan pajak tersebut, sehingga dapat menurunkan daya beli masyarakat. Situasi ini perlu diperhatikan terutama dalam konteks pasca-pandemi COVID-19, di mana:
• Pemulihan ekonomi global dan domestik belum sepenuhnya stabil.
• Inflasi yang dapat dipicu oleh kenaikan tarif PPN berpotensi memperlemah konsumsi domestik, yang merupakan salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Rekomendasi:
Pemerintah sebaiknya melakukan simulasi dampak kenaikan tarif PPN terhadap daya beli masyarakat, terutama kelompok rentan, dan mempertimbangkan opsi penundaan hingga kondisi ekonomi lebih kondusif.
2. Peninjauan Jadwal Implementasi
Meskipun kenaikan ini telah ditetapkan sejak 2021, situasi ekonomi pada 2025 dapat berbeda dari asumsi awal. Perubahan dinamika global seperti kenaikan harga energi, krisis geopolitik, atau perlambatan ekonomi global harus menjadi pertimbangan.
Rekomendasi:
Pemerintah dapat menggunakan kewenangannya untuk meninjau ulang jadwal kenaikan, misalnya dengan mengajukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menunda implementasi. Alternatif lain adalah menerapkan kenaikan secara bertahap, seperti 11,5% terlebih dahulu, guna mengurangi tekanan ekonomi secara langsung.
3. Fokus pada Penguatan Basis Pajak
Alih-alih menaikkan tarif PPN, fokus dapat diarahkan pada penguatan basis pajak dengan cara:
• Peningkatan kepatuhan wajib pajak: Optimalisasi penerimaan dapat dilakukan melalui digitalisasi sistem perpajakan dan pengawasan yang lebih efektif.
• Pengurangan kebocoran: Mengatasi potensi kebocoran dalam penerimaan pajak dapat memberikan dampak signifikan terhadap APBN tanpa harus membebani masyarakat.
• Penertiban pajak digital: Ekonomi digital yang terus berkembang menjadi potensi besar untuk digali sebagai sumber penerimaan baru.
Rekomendasi:
Pemerintah perlu memperkuat langkah-langkah reformasi pajak, khususnya di sektor-sektor dengan potensi penerimaan tinggi yang belum optimal.
4. Perlindungan Kelompok Rentan
Kenaikan PPN berisiko memperbesar kesenjangan ekonomi, terutama karena pajak ini bersifat regresif (berdampak lebih besar pada kelompok berpenghasilan rendah). Walaupun barang kebutuhan pokok telah dikecualikan dari PPN, masyarakat dengan daya beli rendah tetap akan merasakan dampaknya melalui barang dan jasa lain yang mereka konsumsi.
Rekomendasi:
Pemerintah perlu memastikan bahwa:
• Program perlindungan sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), dan subsidi lainnya ditingkatkan untuk mengimbangi dampak kenaikan tarif PPN.
• Transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana dari kenaikan pajak diperkuat, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat nyata dari kebijakan ini.
5. Komunikasi Publik yang Efektif
Salah satu penyebab kegaduhan terkait kebijakan ini adalah kurangnya pemahaman masyarakat mengenai alasan dan manfaat dari kenaikan PPN. Persepsi negatif ini dapat menciptakan resistensi yang tidak perlu dan memengaruhi stabilitas sosial.
Rekomendasi:
• Pemerintah perlu meningkatkan komunikasi publik yang transparan dan edukatif mengenai kebijakan ini. Fokuskan pada manfaat jangka panjang yang akan dirasakan oleh masyarakat, seperti peningkatan infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan.
• Libatkan berbagai pihak, termasuk akademisi, pengusaha, dan organisasi masyarakat sipil, untuk memberikan masukan dan mendukung sosialisasi kebijakan ini.
Kenaikan tarif PPN menjadi 12% adalah langkah yang dapat mendukung kesehatan fiskal negara, tetapi perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak menciptakan dampak negatif yang lebih besar, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Penundaan atau penyesuaian bertahap, penguatan basis pajak, perlindungan sosial yang memadai, dan komunikasi publik yang efektif adalah langkah-langkah yang dapat diambil pemerintah untuk memastikan kebijakan ini berhasil tanpa menimbulkan keresahan sosial.
Dengan pendekatan yang lebih inklusif dan adaptif, pemerintah dapat mencapai tujuan fiskal tanpa mengorbankan kesejahteraan rakyat. Foto: Ist
Comments ( 0 )